Surabaya – Kasus sengketa lahan antara ahli waris Achmad melawan Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PUDAM) Bangkalan, Kini majelis hakim pengadilan negeri Bangkalan kurang mencerminkan asas keadilan dan objektivitas,Rabu (15/10/2025).
Menurut Kuasa hukum ahli waris Sujarwanto,.SH. Menyampaikan ” Sejak awal persidangan, terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses pembuktian yang seharusnya menjadi dasar pertimbangan majelis hakim, Ia menyoroti penggunaan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 3 Tahun 2010 yang dijadikan dasar PUDAM untuk menguasai tanah sengketa tersebut.
“Majelis hakim sebenarnya tahu bahwa SHGB Nomor 3 itu muncul dari proses yang tidak benar. Dalam persidangan juga terungkap bahwa pelepasan tanah atas nama almarhum Mat Drojali pada tahun 1989 dilakukan oleh seseorang bernama Ahmadi, yang statusnya hanyalah menantu, bukan ahli waris. Jadi secara hukum, pelepasan itu tidak sah,” ujar Sujarwanto, S.H. Kepada Informasi-publik.com melalui telepon seluler (15/10/2025)
Ia menegaskan, tim kuasa hukum ahli waris Ahmad akan menempuh langkah hukum lanjutan, termasuk mengajukan banding terhadap putusan tersebut. Selain itu, pihaknya juga berencana mengajukan pembatalan atas terbitnya SHGB No. 3/2010, yang dinilai cacat prosedur.
“Kami menilai proses penerbitan sertifikat itu tidak melalui mekanisme yang benar. Oleh karena itu, kami akan meminta pembatalan sertifikat tersebut dan melakukan upaya hukum lanjutan agar hak ahli waris benar-benar dipulihkan,” tegasnya.
Sujarwanto juga menambahkan bahwa sejak awal jalannya persidangan, tampak adanya indikasi keberpihakan dari majelis terhadap salah satu pihak. Kesan tidak netral itu sangat jelas terlihat sejak awal persidangan,” Tegas Sujarwanto
Publik Bangkalan Soroti Sengketa Tanah
Kasus sengketa tanah ini mendapat perhatian luas dari masyarakat Bangkalan. Hal itu karena perkara tersebut tidak hanya melibatkan warga sebagai pihak ahli waris, tetapi juga menyangkut lembaga pemerintah daerah, yakni Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PUDAM).
Bagi publik Bangkalan, kasus ini mencerminkan bagaimana konflik agraria masih menjadi persoalan serius yang membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah daerah. Banyak warga berharap agar persidangan berjalan transparan dan adil, sehingga hak masyarakat kecil tidak terpinggirkan oleh kepentingan institusi.
“LBH Kosgoro melalui kuasa hukum Sujarwanto juga menegaskan komitmen untuk terus mengawal perkara ini, baik di jalur hukum maupun melalui komunikasi dengan pemerintah daerah.
Kasus ini bukan hanya menjadi pertarungan hukum antara ahli waris dan lembaga daerah, tetapi juga cerminan perjuangan rakyat kecil dalam memperoleh keadilan di tengah kompleksitas persoalan agraria di Madura.
Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!

