Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengambil langkah proaktif pasca terungkapnya dugaan aktivitas pesta seks sesama jenis di salah satu hotel di wilayahnya. Kebijakan yang ditempuh tidak hanya berupa pengawasan ketat oleh pemerintah, tetapi juga melibatkan peran serta aktif masyarakat dan pelaku usaha dalam mencegah terulangnya kejadian serupa.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan bahwa langkah pengawasan akan diperketat di berbagai fasilitas publik. Tidak terbatas pada hotel, pengawasan juga akan mencakup apartemen dan tempat-tempat wisata untuk memastikan lingkungan yang aman dan sesuai dengan norma yang berlaku.
“(Antisipasi) kita sudah lakukan di tempat-tempat yang ada seperti hotel, apartemen. Yang lain kita kasih surat semua. Sehingga tidak hanya di sini (hotel-apartemen), tapi bisa juga di tempat-tempat wisata,” ujar Eri Cahyadi, seperti dikutip dari rilis resmi yang diterima pada Senin (27/10/2025).
Kolaborasi dengan PHRI dan Dunia Usaha
Sebagai bagian dari strategi penguatan pengawasan, Pemkot Surabaya menjalin koordinasi yang lebih erat dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) setempat. Kolaborasi ini bertujuan untuk menciptakan sistem pemantauan yang lebih terintegrasi di sektor hospitality.
Melalui koordinasi ini, diharapkan pelaku usaha dapat lebih proaktif dalam menerapkan standar operasional yang beretika dan mematuhi peraturan yang berlaku. Hotel, apartemen, dan tempat wisata diharapkan dapat menjadi mitra pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang kondusif dan terhindar dari aktivitas yang melanggar hukum dan norma sosial.
Warga Surabaya Diajak Aktif Jaga Lingkungan
Di luar aspek formal dan struktural, Wali Kota Eri Cahyadi menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan sekitarnya. Ia mengajak seluruh warga Kota Surabaya untuk membangun dan mempraktikkan kepekaan sosial dalam kehidupan sehari-hari.
“Maka di sinilah saya berharap, ketika ada orang menampilkan rasa kecurigaan, itu kita punya rasa empati,” katanya.
Eri Cahyadi memberikan contoh konkret bagaimana kepekaan sosial warga dapat mencegah kejahatan yang lebih luas, seperti kasus perdagangan orang (trafficking).
“Contoh kayak trafficking anak-anak. Kan biasanya kalau anak digandeng, kalau itu bukan orang tuanya, kan pasti kelihatan. Nah, itulah yang saya harapkan warga Surabaya, ayo saling tulung-tulungan,” pesan Wali Kota.
Gotong Royong sebagai Benteng Budaya Surabaya
Wali Kota juga menyoroti bahwa kepedulian sosial dan empati merupakan bagian tak terpisahkan dari karakter dan identitas warga Surabaya. Nilai-nilai gotong royong, menurutnya, harus tetap menjadi fondasi dalam menghadapi dinamika kehidupan di kota metropolitan.
“Sehingga nanti kalau melihat yang seperti itu (peka), ini bukan aslinya, ini duduk temenan (bukan asli), kita harus punya rasa (empati) itu. Itu yang kita kuatkan di Surabaya,” katanya.
Eri Cahyadi mengingatkan bahwa kelestarian nilai-nilai sosial adalah kunci mempertahankan jati diri kota. Ia menyampaikan pesan dalam bahasa Jawa yang bermakna mendalam tentang pentingnya menjaga rasa tolong-menolong.
“Kalau kita sudah gak punya rasa kepingin nolong orang, terus kita cuek semua, ya remek suwe-suwe Suroboyo (ya hancur lama-lama Surabaya),” ujarnya.
Langkah Pemkot Surabaya yang menggabungkan pendekatan struktural melalui pengawasan ketat dan kolaborasi dengan PHRI, serta pendekatan kultural dengan menggerakkan partisipasi warga, menunjukkan strategi komprehensif dalam menangani permasalahan sosial. Pemerintah berharap, sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat ini dapat menciptakan lingkungan kota yang lebih aman, tertib, dan berbudaya.
Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!

