Jakarta – Latar Belakang Kesepakatan Perdagangan Indonesia-AS Pada 22 Juli 2025, Gedung Putih mengumumkan Joint Statement on Framework for United States–Indonesia Agreement on Reciprocal Trade yang menjadi perhatian publik, khususnya terkait klausul transfer data pribadi lintas negara.
Dilansir dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), pernyataan resmi pemerintah menegaskan bahwa kesepakatan ini bukan bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan mekanisme hukum yang sah, aman, dan terukur dalam pengelolaan data lintas batas. Presiden Prabowo juga menegaskan negosiasi masih berjalan dan pembahasan teknis terus berlanjut.
Mengapa Transfer Data Lintas Negara Diperlukan?
Dalam ekosistem digital global saat ini, transfer data lintas negara menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan. Layanan seperti Google, Facebook, WhatsApp, Instagram, hingga platform e-commerce seperti Amazon atau marketplace berbasis AS membutuhkan pengolahan data lintas batas agar layanan berjalan optimal.
Contoh konkret pemindahan data ini antara lain:
- Akses mesin pencari (Google, Bing)
- Penyimpanan cloud (Google Drive, Dropbox)
- Komunikasi digital (WhatsApp, Facebook Messenger)
- Pemrosesan transaksi e-commerce (Amazon, eBay)
- Analitik dan riset inovasi digital
Namun, praktik ini harus diimbangi perlindungan hukum ketat agar hak pengguna Indonesia tetap terjamin.
Prinsip Utama Kesepakatan
Menurut Kemkomdigi, kesepakatan perdagangan ini menjunjung tiga prinsip utama:
- Tata Kelola Data yang Baik
Setiap transfer data lintas negara dilakukan dengan standar keamanan tinggi serta audit reguler untuk mencegah kebocoran. - Pelindungan Hak Individu
Data pribadi warga Indonesia tidak boleh digunakan tanpa persetujuan, harus sesuai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). - Kedaulatan Hukum Nasional
Meskipun ada kesepakatan bilateral, hukum Indonesia tetap menjadi dasar utama perlindungan data.
Landasan Hukum Transfer Data di Indonesia
Kesepakatan ini tidak berdiri sendiri, tetapi mengacu pada regulasi nasional yang sudah ada, yakni:
- UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi
UU ini mengatur hak pemilik data, kewajiban pengendali data, dan sanksi jika terjadi pelanggaran. - PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik
Mengatur mekanisme transfer data lintas negara, termasuk syarat keamanan dan perlindungan hukum.
Kombinasi keduanya memastikan bahwa meskipun data berpindah ke server di AS, perlindungan hukum Indonesia tetap berlaku.
Klarifikasi Isu Publik: Tidak Ada Penyerahan Bebas
Beredar kekhawatiran publik bahwa kesepakatan ini membuka akses bebas data warga Indonesia bagi perusahaan AS. Kemkomdigi menegaskan hal ini keliru. Transfer data dilakukan hanya untuk kepentingan sah dan terbatas, seperti kebutuhan operasional layanan digital dan riset teknologi.
Setiap pemindahan data harus memenuhi:
- Persetujuan eksplisit pemilik data
- Kepatuhan pada UU PDP dan PP 71/2019
- Audit oleh otoritas Indonesia
Dengan mekanisme ini, potensi penyalahgunaan dapat diminimalisir.
Praktik Global dan Posisi Indonesia
Negara-negara G7 seperti AS, Kanada, Jepang, dan Jerman telah lama menerapkan standar serupa. Uni Eropa bahkan punya General Data Protection Regulation (GDPR) sebagai acuan global.
Dengan kesepakatan ini, Indonesia mengambil posisi sejajar dengan negara maju dalam mengatur lalu lintas data lintas negara, sekaligus membuka peluang perdagangan digital yang lebih kompetitif.
Manfaat Kesepakatan Bagi Indonesia
Kesepakatan ini membawa beberapa manfaat strategis, antara lain:
- Perlindungan Data Warga Negara
Data pengguna Indonesia yang diolah di server AS tetap terlindungi hukum nasional. - Kepastian Hukum bagi Pelaku Usaha
Startup dan perusahaan teknologi Indonesia mendapat kepastian mekanisme transfer data resmi. - Dukungan Ekonomi Digital
Mempermudah kerja sama e-commerce, fintech, dan layanan cloud lintas negara. - Posisi Tawar Internasional
Indonesia tidak hanya sebagai pasar, tetapi juga sebagai mitra setara dalam negosiasi digital trade.
Pengawasan dan Mekanisme Akuntabilitas
Pemerintah memastikan pengawasan ketat terhadap seluruh proses transfer data. Setiap perusahaan wajib:
- Melaporkan mekanisme keamanan data
- Mematuhi ketentuan penyimpanan dan enkripsi
- Menyediakan jalur pengaduan pengguna jika terjadi pelanggaran
Otoritas Indonesia, termasuk Kemkomdigi, berperan sebagai pengawas sekaligus regulator untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan data.
Implikasi bagi Pengguna Layanan Digital
Bagi pengguna internet Indonesia, kesepakatan ini berarti:
- Layanan lebih cepat dan efisien berkat akses server internasional
- Jaminan hak privasi saat menggunakan aplikasi asing
- Kepastian perlindungan hukum jika terjadi kebocoran data
Namun, pengguna tetap dihimbau membaca kebijakan privasi setiap layanan yang digunakan.
Tantangan Implementasi
Meski kesepakatan ini positif, ada tantangan yang harus diantisipasi:
- Sinkronisasi hukum Indonesia-AS
- Kapasitas pengawasan siber di Indonesia
- Edukasi publik tentang hak data pribadi
- Penegakan sanksi jika terjadi pelanggaran lintas batas
Kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat bukan bentuk penyerahan bebas data pribadi, melainkan mekanisme hukum aman yang melindungi hak warga Indonesia sekaligus membuka peluang ekonomi digital.
Dilansir dari Kemkomdigi, kesepakatan ini akan terus difinalisasi dengan memastikan prinsip tata kelola data yang transparan, akuntabel, dan berlandaskan kedaulatan hukum nasional.
Dengan langkah ini, Indonesia menegaskan posisinya sebagai pemain penting dalam ekonomi digital global tanpa mengorbankan perlindungan hak privasi warganya.
Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!