Surabaya – Kasus dugaan kekerasan dan pengrusakan yang terjadi di 129 Spa, Jalan Tidar No. 224 Surabaya, memasuki tahap hukum setelah pihak manajemen melaporkan insiden tersebut ke Polrestabes Surabaya.
Laporan resmi dibuat pada Sabtu (23/8/2025) pukul 20.00 WIB. Insiden sendiri terjadi sebelumnya, tepatnya Selasa (19/8/2025) sekitar pukul 23.00 WIB, di area ruang tunggu spa.
Pelapor sekaligus korban, Atra Kurniawan, menegaskan bahwa pihaknya sudah menyerahkan seluruh bukti untuk mendukung laporan.
“Semua bukti CCTV, foto barang yang rusak, dan hasil visum sudah kami serahkan. Kami berharap pihak berwajib dapat membuka kronologi dengan terang benderang. Karena di luar sana, banyak pemberitaan sepihak yang justru menyudutkan kami selaku korban,” ungkap Atra Kurniawan.
Kronologi Kejadian
Berdasarkan keterangan saksi, keributan bermula dari persoalan waktu pijat yang melebihi batas paket layanan (over time). Hal itu kemudian memicu cekcok antara pelanggan dan pihak spa.
Novi, admin sekaligus saksi mata, menjelaskan bahwa insiden awal terjadi di lorong dekat ruang admin.
“Keributan dipicu karena waktu pijat sudah melewati batas. Dari situ terjadi pemukulan di samping lorong admin. Bahkan sempat ada pelemparan botol minum dan ancaman mengambil parang dari mobil. Tukang parkir yang mencoba melerai juga ikut dipukul dan diancam,” jelas Novi.
Keterangan tersebut diperkuat dengan adanya rekaman CCTV dan beberapa foto kerusakan barang yang sudah diserahkan kepada penyidik.
Pihak Spa Bantah Tuduhan Sepihak
Sebelumnya, sempat beredar pemberitaan di media sosial yang menyudutkan pihak spa. Manajemen 129 Spa menilai bahwa narasi yang berkembang terlalu sepihak dan tidak mencerminkan fakta sebenarnya.
Humas 129 Spa, Himawan, menyampaikan bahwa pihaknya menjalankan prosedur layanan sesuai standar.
“Admin kami sudah menyampaikan aturan sesuai SOP dan brosur paket yang ada. Saya juga heran kenapa hanya tempat kami yang jadi sasaran fitnah, padahal di Surabaya ada sekitar 40 usaha sejenis. Kami sepakat dengan Pemkot dan kepolisian untuk tidak membiarkan bentuk premanisme dalam usaha apapun,” ujar Himawan.
Konteks Usaha Spa di Surabaya
Usaha spa dan pijat refleksi di Surabaya memang cukup banyak jumlahnya. Data Dinas Pariwisata mencatat bahwa ada puluhan usaha spa resmi yang mengantongi izin, baik skala kecil maupun menengah.
Persaingan bisnis yang ketat sering kali menimbulkan gesekan, baik antar usaha maupun dengan konsumen. Karena itu, regulasi pelayanan, jam operasional, serta keamanan pengunjung menjadi faktor penting yang diawasi pemerintah kota.
Kasus yang menimpa 129 Spa ini menyoroti kembali pentingnya perlindungan hukum bagi pelaku usaha dan karyawan dari ancaman kekerasan atau tindakan premanisme.
Harapan Korban atas Proses Hukum
Pelapor berharap kasus ini segera ditangani secara tuntas. Menurut Atra Kurniawan, laporan dibuat bukan semata untuk kepentingan pribadi, melainkan juga untuk memastikan insiden serupa tidak terjadi di tempat usaha lainnya.
“Kami ingin ada kepastian hukum. Tidak hanya untuk kami sebagai korban, tapi juga untuk melindungi pekerja sektor jasa lainnya agar tidak mengalami hal yang sama. Kami percaya pihak kepolisian bisa menindak tegas pelaku,” tegasnya.
Polisi Diminta Tegas dan Transparan
Dengan laporan resmi yang telah masuk, kini proses berada di tangan aparat kepolisian. Masyarakat pun menaruh harapan besar agar kasus ini segera mendapatkan kepastian.
Polrestabes Surabaya dipandang perlu mengambil langkah tegas demi menjaga rasa aman, baik bagi konsumen maupun pelaku usaha. Apalagi, lokasi kejadian berada di pusat kota yang ramai dengan aktivitas bisnis dan hiburan.
Dampak Sosial dan Citra Kota
Kasus penganiayaan dan pengrusakan di tempat usaha tidak hanya merugikan korban secara langsung, tetapi juga berdampak pada citra kota Surabaya sebagai pusat perdagangan dan jasa.
Jika dibiarkan, peristiwa serupa berpotensi menimbulkan rasa takut bagi konsumen untuk datang ke tempat hiburan atau spa. Di sisi lain, pelaku usaha bisa merasa rentan karena adanya ancaman kekerasan.
Karena itu, penyelesaian yang cepat, adil, dan transparan diharapkan dapat meredam keresahan masyarakat sekaligus menjaga iklim usaha tetap kondusif.
Hingga artikel ini diturunkan, pihak kepolisian masih melakukan pemeriksaan terhadap laporan, saksi, dan barang bukti yang diserahkan oleh pelapor. Proses penyelidikan diharapkan dapat segera memberikan kejelasan mengenai siapa yang harus bertanggung jawab atas insiden pada 19 Agustus 2025 tersebut.
Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa dunia usaha jasa, khususnya spa dan refleksi, membutuhkan perlindungan hukum yang kuat agar tidak menjadi korban tindak kekerasan atau premanisme.
Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!