Trend Work from Café: Gaya Hidup Baru Milenial di Kota Besar

Trend Work from Café: Gaya Hidup Baru Milenial di Kota Besar
informasi-publik.com,

Surabaya – Fenomena work from café (WFC) kini menjelma menjadi gaya hidup baru di kalangan milenial, terutama di kota-kota besar Indonesia. Bekerja dari kafe bukan lagi sekadar tren sementara, melainkan pilihan gaya kerja yang memadukan produktivitas dengan kenyamanan. Para pekerja lepas, kreator konten, digital nomad, dan bahkan karyawan perusahaan kini banyak yang menjadikan kafe sebagai “kantor kedua” mereka.

Tren ini tidak lepas dari perubahan budaya kerja yang semakin fleksibel sejak pandemi COVID-19. Banyak perusahaan menerapkan sistem kerja hybrid atau full remote, memberikan kebebasan kepada karyawannya untuk bekerja dari mana saja, asalkan produktivitas tetap terjaga.

Kafe Tak Lagi Hanya Tempat Nongkrong, Tapi Jadi Kantor Alternatif

Berdasarkan pantauan Informasi-Publik.com, di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Yogyakarta, kini semakin banyak kafe yang mengubah tata letaknya agar lebih ramah terhadap para pekerja remote. Tidak hanya menyediakan Wi-Fi cepat, beberapa kafe bahkan menyediakan colokan listrik di setiap meja, ruang meeting privat, hingga layanan langganan harian atau mingguan.

Nindi, manajer sebuah kafe di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, menyebutkan bahwa dalam tiga bulan terakhir, jumlah pengunjung yang datang untuk bekerja meningkat signifikan.

“Kami melihat tren ini sebagai peluang. Jadi kami menyediakan paket kopi kerja, area tenang tanpa musik, serta ruang khusus untuk meeting daring,” ungkap Nindi.

Menurutnya, sekitar 40 persen pelanggan harian datang dengan laptop, duduk selama berjam-jam, dan menyelesaikan berbagai pekerjaan sambil menikmati kopi atau makanan ringan.

Gaya Hidup Milenial yang Produktif dan Estetik

Fenomena ini tidak hanya tentang bekerja. Ada unsur gaya hidup estetik yang juga ikut mendorong tren ini. Bagi banyak milenial dan Gen Z, bekerja dari kafe memberikan nuansa yang menyenangkan dan lebih hidup dibandingkan suasana kantor atau rumah yang monoton.

Baca Lainnya  Polda Jatim dan Unesa Deklarasi Ketahanan Pangan Nasional Dimulai dari Sekolah

Dinda (28), seorang desainer grafis freelance di Surabaya, mengaku lebih produktif ketika bekerja dari kafe.

“Kalau kerja di rumah, godaannya banyak. Mulai dari kasur, TV, sampai ngemil nggak berhenti. Tapi kalau di kafe, suasananya bikin semangat. Apalagi bisa lihat orang lalu-lalang, dengar musik akustik, dan kadang ketemu orang baru,” ungkap Dinda sambil tertawa.

Ia menambahkan, suasana kafe yang estetik juga mendukung kebutuhan konten. Tak jarang, Dinda sambil bekerja juga mengambil foto untuk feed Instagram atau membuat konten TikTok ringan.

Tantangan, Etika, dan Realitas di Lapangan

Namun di balik suasana nyaman itu, muncul juga tantangan baru, baik bagi pemilik usaha maupun para pengguna. Salah satu masalah utama adalah pengunjung yang berlama-lama tanpa banyak bertransaksi.

Riza, pemilik coffee shop di kawasan Setiabudi, Bandung, mengatakan bahwa kebijakan penggunaan tempat kini harus disesuaikan.

“Kadang ada yang duduk dari jam 9 pagi sampai sore, cuma pesan es kopi satu gelas. Bahkan ada yang bawa makanan sendiri, itu keterlaluan,” ujar Riza.

Karena itu, beberapa kafe mulai menerapkan minimal order per jam, batas waktu penggunaan colokan, hingga memberikan diskon khusus untuk pelanggan yang mengambil paket langganan.

Sementara itu, Syarif Hidayatullah, pakar gaya hidup digital, menilai bahwa tren ini merupakan adaptasi dari budaya kerja modern.

“Work from café adalah simbol gaya hidup fleksibel dan mobile. Tapi yang perlu diingat, harus ada etiket digital dan sosial. Jangan mengganggu pengunjung lain, jaga volume suara saat meeting, dan tetap profesional walau tempat kerja tidak formal,” jelas Syarif.

Potensi Ekonomi untuk Industri Kuliner dan Hospitality

Tidak bisa dipungkiri bahwa tren WFC memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal, khususnya bagi industri kuliner dan hospitality yang sempat terpukul saat pandemi.

Baca Lainnya  Pentingnya Quality Time Bersama Anak di Tengah Kesibukan

Banyak kafe kini menjadikan tren ini sebagai strategi bisnis. Mira, pemilik kafe di kawasan Malioboro, Yogyakarta, mengungkapkan bahwa 80% pengunjung siang hari adalah pekerja remote.

“Kami menciptakan paket ‘meja kerja’, yang isinya kopi, camilan ringan, air mineral, dan Wi-Fi cepat. Harganya lebih hemat dan bikin pelanggan betah kerja,” ujar Mira.

Selain itu, beberapa kafe mulai bekerjasama dengan aplikasi pencarian co-working space, seperti GoWork, CoHive, dan lainnya. Kolaborasi ini memungkinkan kafe menjangkau pasar lebih luas dan dikenal sebagai tempat kerja yang nyaman.

Adaptasi dan Inovasi Jadi Kunci Bertahan

Para pemilik kafe dan pelaku industri kreatif harus terus berinovasi. Tidak hanya dalam hal fasilitas fisik, tapi juga layanan digital. Misalnya menyediakan sistem reservasi tempat kerja, fitur pemesanan lewat aplikasi, hingga promosi eksklusif bagi pekerja lepas dan pelaku UMKM.

Tren ini juga memberi peluang untuk pengembangan komunitas pekerja digital, seperti sesi networking, sharing session, workshop singkat di kafe, hingga event komunitas freelance atau start-up lokal.

“Kami mulai adakan kegiatan ‘Kopi & Kolaborasi’ setiap Jumat sore. Ini tempat para pekerja kreatif bisa saling kenal, tukar proyek, dan diskusi santai,” ungkap Galang, pemilik kafe kreatif di Surabaya.

WFC Bukan Sekadar Gaya, Tapi Masa Depan Dunia Kerja

Fenomena work from café bukanlah tren sesaat. Ini adalah representasi dari perubahan kultur kerja yang lebih menekankan pada fleksibilitas, keseimbangan hidup, dan kenyamanan psikologis. Milenial dan Gen Z melihat kerja bukan lagi dari jam kantor dan seragam formal, tapi dari hasil, kreativitas, dan ruang kerja yang menyenangkan.

Dengan dukungan teknologi dan gaya hidup yang terus berkembang, WFC berpotensi menjadi bagian dari ekosistem kerja masa depan, yang bukan hanya menyehatkan secara ekonomi, tetapi juga secara sosial dan mental.

Baca Lainnya  5 Aktivitas Akhir Pekan yang Bisa Dilakukan Bareng Keluarga Tanpa ke Mall

Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *