Sampang – Perselisihan sengketa tanah di Kabupaten Sampang, tepatnya di Dusun Bicabbi, Desa Samaran, Kecamatan Tambelangan, kini memasuki babak krusial. Sengketa ini melibatkan pihak penggugat As’ari yang mengklaim sebagai ahli waris sah atas tanah milik almarhum P. Sinap Jasmail, melawan pihak tergugat Murati yang mengklaim memiliki tanah tersebut melalui proses jual beli.
Sengketa Tanah di Sampang Semakin Panas
Pengadilan Negeri (PN) Sampang telah melaksanakan peninjauan setempat atau PS (Peninjauan Setempat) bersama para pihak yang bersengketa, disaksikan oleh aparat Polsek, Koramil, perangkat desa, dan warga sekitar. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan posisi, batas, dan luas tanah yang disengketakan sekaligus mengonfirmasi bukti administratif maupun fakta fisik yang relevan.
Bukti Kepemilikan yang Dipegang Penggugat
Kuasa hukum penggugat, Lutfi Adi S.H., M.H., menyatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan bukti-bukti autentik kepada majelis hakim. Dokumen tersebut meliputi buku leter C, SPPT, surat keterangan ahli waris, dan dokumen administratif lainnya atas nama almarhum P. Sinap Jasmail.
“Buku leter C merupakan dokumen penting yang mencerminkan riwayat penguasaan tanah secara turun-temurun. Ini bukan hanya catatan desa, tetapi juga dokumen yang diakui secara hukum sebagai bukti kepemilikan,” jelas Lutfi dalam wawancaranya dengan media usai peninjauan.
Menurutnya, nama keluarga penggugat sudah tercatat sejak lama dalam administrasi desa sebagai pemilik sah tanah tersebut. Ia berharap pengadilan mempertimbangkan fakta ini dalam proses persidangan.
Dugaan Cacat Hukum atas Kepemilikan Tergugat
Di sisi lain, Lutfi menyoroti keabsahan dokumen kepemilikan yang diklaim oleh tergugat Murati. Ia mengungkapkan bahwa Murati mendasarkan klaimnya pada akta jual beli dan SPPT yang diperoleh dari seseorang bernama Mustari, yang katanya membeli dari Doelkiram bin Noer Paki.
“Permasalahan besar di sini adalah tidak jelasnya asal-usul SPPT tersebut. Tidak ada kejelasan apakah Mustari memang berhak menjual tanah itu. Selain itu, akta jual belinya tidak sah karena tidak disertai tanda tangan kepala desa, tidak jelas saksi-saksinya, dan letak tanahnya pun tidak digambarkan secara resmi,” tegas Lutfi.
Ia menambahkan, transaksi jual beli yang dilakukan secara diam-diam tanpa keterlibatan pihak berwenang dan tanpa penunjukan lokasi yang pasti bisa mengarah pada indikasi penyimpangan hukum.
Lokasi Tanah Diduga Berada di Lahan Milik As’ari
Lutfi juga menyatakan bahwa lokasi tanah yang dikuasai oleh Murati saat ini berada di atas lahan yang tercatat atas nama P. Sinap Jasmail dalam administrasi desa. Oleh karena itu, klaim tergugat dianggap tidak berdasar secara hukum maupun fakta lapangan.
“Kami melihat ada kekeliruan yang sangat serius. Bisa jadi salah alamat atau memang ada upaya sistematis untuk mengambil alih lahan yang bukan miliknya. Semua akan kami buktikan dalam sidang lanjutan,” ungkap Lutfi.
Aktivitas di Lahan yang Masih Sengketa Dipertanyakan
Salah satu hal yang paling disesalkan oleh kuasa hukum penggugat adalah masih adanya aktivitas yang dilakukan oleh tergugat di atas lahan yang status hukumnya masih dalam sengketa.
“Kami sangat menyayangkan tindakan ini. Aktivitas apapun seharusnya dihentikan sampai ada keputusan hukum tetap dari pengadilan. Jika dibiarkan, ini bisa menimbulkan konflik horizontal antarwarga,” tegas Lutfi.
Ia juga mengkritik sikap kuasa hukum tergugat yang dinilainya kurang kooperatif dalam memberikan pemahaman hukum kepada kliennya.
“Seharusnya sesama kuasa hukum bisa menjaga proses hukum agar berjalan sehat. Memberikan pemahaman kepada klien agar tidak melangkahi hukum adalah tanggung jawab moral,” imbuhnya.
Harapan pada Proses Hukum dan Keadilan
Kuasa hukum penggugat berharap PN Sampang benar-benar mempertimbangkan kondisi objektif di lapangan dan menjunjung tinggi keadilan dalam putusan akhir nanti.
“Kami meminta agar majelis hakim dapat melihat dengan jernih bahwa tanah tersebut merupakan hak sah dari klien kami sebagai ahli waris. Kami juga mendesak agar proses ini dijalankan secara transparan dan bebas dari intervensi pihak manapun,” pungkasnya.
Sengketa Tanah: Masalah Umum yang Perlu Atensi
Kasus seperti ini bukan hanya terjadi di Sampang. Sengketa tanah antarwarga akibat ketidakjelasan administrasi dan lemahnya sistem pencatatan tanah masih menjadi persoalan besar di berbagai daerah.
Diperlukan peran aktif pemerintah desa dan badan pertanahan untuk memastikan semua kepemilikan tanah tercatat secara sah dan transparan. Selain itu, masyarakat juga harus semakin sadar pentingnya legalitas dokumen kepemilikan tanah agar tidak menimbulkan konflik di kemudian hari.
Kasus sengketa tanah antara As’ari dan Murati di Desa Samaran, Sampang, menjadi cermin penting betapa persoalan legalitas agraria masih menjadi tantangan besar dalam sistem hukum kita. Dengan peninjauan setempat yang telah dilakukan, kini semua mata tertuju pada Pengadilan Negeri Sampang untuk memberikan keputusan yang adil dan berdasarkan bukti yang sah.
Orang-orang yang merasa memiliki hak atas tanah wajib menjaga dokumen dan prosedur hukum dengan benar, agar tidak menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan.
Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!