Sengketa Tanah Achmad vs PUDAM dan BBWS Berlanjut ke Pengadilan, AMI Siap Kawal Sampai Tuntas

Sengketa Tanah Achmad vs PUDAM dan BBWS Berlanjut ke Pengadilan, AMI Siap Kawal Sampai Tuntas
informasi-publik.com,

SURABAYA – Kasus sengketa lahan antara ahli waris Achmad melawan Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PUDAM) Bangkalan dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas kini memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan. Setelah melalui beberapa kali proses mediasi yang tidak membuahkan kesepakatan, jalur hukum menjadi langkah terakhir untuk mencari keadilan bagi pihak yang merasa dirugikan.

Kasus ini menyita perhatian publik karena melibatkan dua institusi negara yang bergerak di sektor pelayanan publik dan pengelolaan sumber daya air. Sementara di sisi lain, ahli waris Achmad mengklaim bahwa lahan yang menjadi objek sengketa adalah tanah milik keluarganya secara sah, dan belum pernah dijual ataupun dialihkan kepada pihak mana pun.

Awal Mula Sengketa Tanah: Rumah Pompa Dibangun di Lahan Milik Warga

Sengketa ini bermula dari pembangunan rumah pompa air oleh PUDAM Bangkalan di atas sebidang tanah yang terletak di wilayah Desa Karangnangkah, Kecamatan Blega, Kabupaten Bangkalan. Tanah tersebut, menurut klaim ahli waris Achmad, masih berstatus milik pribadi dan belum pernah dilakukan proses pelepasan atau penyerahan hak kepada pemerintah.

Meskipun rumah pompa tersebut dibangun untuk kepentingan umum, namun tidak ada proses ganti rugi maupun kesepakatan hukum yang jelas antara keluarga pemilik tanah dengan pihak pemerintah daerah atau BBWS.

Proses Mediasi Gagal, Perkara Berlanjut ke Sidang Pengadilan

Melihat tidak adanya penyelesaian secara kekeluargaan, pihak Achmad bersama tim kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan dan Penyuluhan Hukum (LBPH) Kosgoro Jombang akhirnya mengajukan gugatan ke PN Bangkalan. Mediasi yang difasilitasi oleh pengadilan pun sempat dilakukan, namun tidak menghasilkan kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak.

Kuasa hukum Achmad, Sujarwanto, S.H., menjelaskan bahwa dalam mediasi terjadi miskomunikasi soal objek tanah yang disengketakan. Ia menyebut bahwa pihak pemerintah mengira bahwa tanah untuk rumah pompa sudah dilepas, padahal yang disetujui sebelumnya hanyalah pelepasan untuk saluran air, bukan untuk rumah pompa.

“Kami hanya melepas tanah untuk saluran air, bukan untuk pembangunan rumah pompa. Ini yang menjadi titik krusial dalam perselisihan. Kami siap membuktikan hal tersebut di persidangan,” ujar Sujarwanto.

Aliansi Madura Indonesia (AMI) Turun Tangan, Nyatakan Dukungan Penuh

Kasus ini tidak hanya menjadi perkara hukum, tetapi juga menyentuh ranah sosial yang lebih luas. Aliansi Madura Indonesia (AMI) sebagai organisasi masyarakat sipil yang aktif memperjuangkan keadilan sosial dan agraria di Pulau Madura, turut menyatakan dukungan penuh kepada pihak Achmad.

Baca Lainnya  Tragedi Pembacokan Jalan Kedinding Lor, Polsek Kenjeran Berjanji Akan Mengusut Tuntas Kasus Tersebut

Sekretaris Jenderal AMI, Abdul Azis, S.H., menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum ini secara terbuka, adil, dan transparan.

“Kami dari Aliansi Madura Indonesia akan memantau dan mengawal kasus ini sampai tuntas. Jangan sampai ada penyalahgunaan jabatan dan wewenang oleh oknum pejabat yang mencoba merampas hak warga,” tegas Azis kepada www.informasi-publik.com, Selasa (16/07/2025).

AMI Ancam Gelar Aksi Unjuk Rasa Jika Terjadi Penyimpangan

Dalam pernyataan tegasnya, Azis menyebutkan bahwa AMI tidak akan tinggal diam apabila dalam proses persidangan ditemukan adanya praktik penyimpangan kekuasaan atau pengabaian terhadap hak-hak masyarakat kecil.

Organisasi ini bahkan telah menyiapkan rencana aksi demonstrasi besar-besaran sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan agraria dan mafia tanah.

“Kami sudah terbiasa mengadvokasi kasus-kasus berat. Jika ada unsur pidana atau penyalahgunaan jabatan, kami akan turun ke jalan. Kami tidak main-main, ini soal keadilan rakyat kecil,” kata Azis.

Warga Minta Penyelesaian Secara Transparan

Kasus ini juga mendapat perhatian dari sejumlah warga dan tokoh masyarakat di Desa Karangnangkah. Mereka berharap proses hukum bisa berjalan secara transparan dan berpihak pada kebenaran.

“Kami hanya ingin keadilan. Kalau memang tanah itu masih milik warga, harus dibuktikan dan dihormati. Tapi kalau sudah diserahkan, ya semua harus ikuti hukum,” ujar Inisial S, tokoh masyarakat setempat.

AMI: Tanah Rakyat Tidak Boleh Dirampas Tanpa Proses

Abdul Azis kembali menegaskan bahwa organisasi yang ia pimpin akan terus berada di pihak warga kecil yang kerap kali kalah oleh sistem dan kekuasaan.

“Kita sering lihat kasus-kasus seperti ini di Madura. Tanah rakyat tiba-tiba dipasang plakat milik negara. Padahal belum ada proses hukum atau pembayaran. Ini bentuk penindasan terselubung. Kami tidak akan tinggal diam,” tegasnya.

Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!

*) Oleh : Dul

2 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *