BANGKALAN – Sengketa lahan yang melibatkan dua institusi besar, yaitu Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PUDAM) Sumber Sejahtera dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, resmi masuk ke ranah hukum. Gugatan diajukan oleh Achmad, ahli waris dari almarhum Djali alias P. Matrodji, terkait kepemilikan atas sebidang tanah yang terletak di Desa Karangnangkah, Kecamatan Blega, Kabupaten Bangkalan.
Persoalan ini bukanlah perkara sepele, karena menyangkut dugaan penyerobotan tanah warisan seluas 1.600 meter persegi yang telah digunakan untuk fasilitas publik sejak tahun 1989. Gugatan tersebut kini telah resmi terdaftar dalam perkara Nomor 10/Pdt.G/2025/PN Bkl di Pengadilan Negeri Bangkalan.
Persidangan Resmi Digelar Terbuka
Sidang perdana sengketa ini digelar pada hari Selasa, 22 Juli 2025, dengan agenda pembacaan gugatan. Persidangan yang terbuka untuk umum tersebut menarik perhatian banyak kalangan, terutama warga Kabupaten Bangkalan, mengingat lokasi tanah yang disengketakan berada di tengah-tengah kawasan pemukiman dan telah dimanfaatkan untuk kepentingan publik selama puluhan tahun.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua bersama dua orang Hakim Anggota, pihak penggugat menyampaikan pokok-pokok gugatan secara resmi. Achmad, selaku penggugat, membeberkan kronologi penguasaan lahan oleh pihak tergugat, termasuk PDAM dan BBWS, yang dianggapnya tidak memiliki dasar hukum yang sah atas tanah tersebut.
Kronologi Penguasaan Tanah dan Dasar Gugatan
Achmad dalam gugatannya menyebutkan bahwa tanah tersebut merupakan bagian dari harta warisan yang ditinggalkan oleh almarhum Djali alias P. Matrodji. Menurutnya, tidak pernah ada proses jual beli atau hibah kepada pihak PDAM maupun BBWS yang membenarkan penggunaan lahan tersebut untuk fasilitas umum.
Tanah seluas 1.600 m² itu, berdasarkan keterangan penggugat, telah dikuasai oleh pihak lain tanpa persetujuan atau kompensasi kepada ahli waris yang sah. Bahkan selama lebih dari tiga dekade, tidak ada upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pihak terkait untuk menyelesaikan status kepemilikan tanah tersebut secara hukum.
Pihak penggugat merasa dirugikan secara materiil dan immateriil, serta menuntut pengembalian hak milik atau pemberian kompensasi yang layak sesuai hukum yang berlaku. Dalam dokumen gugatan, disertakan juga bukti-bukti pendukung seperti surat tanah warisan dan keterangan saksi ahli.
Proses E-Litigasi Akan Diterapkan
Majelis Hakim dalam persidangan memutuskan bahwa proses lanjutan perkara ini akan dilaksanakan melalui sistem E-Litigasi, yaitu sistem persidangan elektronik yang dikelola oleh Mahkamah Agung. Melalui sistem ini, para pihak akan menyampaikan dokumen, bukti, serta tanggapan secara daring melalui platform resmi pengadilan.
Penerapan sistem E-Litigasi diharapkan dapat mempercepat jalannya proses hukum serta memudahkan para pihak dalam mengakses proses persidangan secara transparan dan efisien. Hal ini juga mencerminkan komitmen pengadilan dalam mengadopsi teknologi untuk mendukung peradilan modern di Indonesia.
Respons Masyarakat dan Tanggapan Pihak Terkait
Kasus sengketa ini memicu diskusi hangat di kalangan masyarakat lokal, terutama karena menyangkut dua institusi besar yang selama ini dianggap menjalankan pelayanan publik. Banyak pihak berharap agar proses hukum berjalan dengan adil dan transparan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak tergugat, dari PDAM Sumber Sejahtera belum memberikan pernyataan resmi kepada awak media. Sementara itu, tim hukum dari pihak penggugat menegaskan bahwa mereka siap membuktikan klaim mereka di pengadilan dan akan menempuh seluruh jalur hukum yang tersedia.
Sengketa Lahan Fenomena yang Masih Terjadi
Kasus seperti ini bukan hal baru di Indonesia. Sengketa lahan warisan sering kali terjadi akibat minimnya dokumentasi hukum, tidak adanya pembagian waris yang tuntas, atau kurangnya komunikasi antar pihak terkait. Dalam banyak kasus, tanah warisan yang tidak dikelola dengan baik sering kali berujung pada konflik, apalagi jika telah dimanfaatkan pihak ketiga untuk kegiatan komersial atau fasilitas publik.
Hal ini menegaskan pentingnya edukasi hukum kepada masyarakat, terutama dalam hal pengurusan sertifikat tanah warisan, pendaftaran aset, dan legalitas kepemilikan agar tidak menimbulkan celah sengketa di kemudian hari.
Menanti Proses Hukum yang Adil
Kasus ini masih dalam proses awal dan masih membutuhkan waktu hingga putusan akhir dijatuhkan oleh pengadilan. Namun, sengketa lahan warisan di Bangkalan ini menjadi gambaran nyata bagaimana konflik agraria masih kerap terjadi dan perlu perhatian serius dari semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, maupun lembaga hukum.
Achmad, sebagai ahli waris almarhum Djali, berharap keadilan berpihak pada yang benar. Ia menyatakan bahwa gugatan ini bukan sekadar persoalan tanah, tetapi juga upaya menjaga hak keluarga yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Pengadilan diharapkan dapat menyelesaikan perkara ini secara objektif dan sesuai dengan prinsip keadilan hukum. Informasi-publik.com akan terus mengikuti perkembangan sidang ini dan menyajikan berita yang berimbang, faktual, serta akurat untuk pembaca.
Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!