Bangkalan – Sengketa lahan yang melibatkan ahli waris almarhum Djali alias P. Matrodji dengan dua institusi besar—Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PUDAM) Sumber Sejahtera Bangkalan dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas—resmi berlanjut ke tahap persidangan di Pengadilan Negeri Bangkalan. Konflik ini menjadi perhatian masyarakat karena menyangkut kepemilikan tanah warga yang telah digunakan untuk pembangunan fasilitas pemerintah tanpa adanya pelepasan hak yang sah.
Kasus yang telah berlangsung dalam beberapa bulan terakhir ini sempat melalui proses mediasi di pengadilan. Namun hingga pertemuan terakhir, upaya mediasi gagal mencapai kesepakatan. Kedua belah pihak tetap bersikukuh pada posisi masing-masing, sehingga proses hukum pun diputuskan untuk dilanjutkan melalui jalur persidangan.
Mediasi Gagal: Kuasa Hukum Ahli Waris Tegaskan Hak Keluarga
Kuasa hukum dari pihak penggugat, Sujarwanto, S.H., menyatakan bahwa pihaknya telah berupaya menyampaikan fakta-fakta hukum kepemilikan tanah yang mereka miliki. Menurutnya, tanah yang disengketakan adalah bagian dari warisan keluarga almarhum Djali alias P. Matrodji yang belum pernah dilakukan pelepasan hak secara resmi kepada pemerintah atau pihak manapun.
“Kami tetap bersikukuh dengan fakta-fakta yang kami miliki. Tanah ini milik klien kami dan belum pernah dilakukan pelepasan hak. Ini soal keadilan dan perlindungan terhadap hak waris warga,” tegas Sujarwanto kepada redaksi Informasi-Publik.com, Senin (1/7/2025).
Lebih lanjut, Sujarwanto juga menjelaskan bahwa pihak tergugat, dalam hal ini PUDAM Sumber Sejahtera, memilih untuk tetap melanjutkan proses ke sidang karena merasa memiliki bukti versi mereka sendiri.
“Mungkin pihak PUDAM memiliki pandangan atau dokumen lain. Tapi itulah gunanya proses pengadilan, untuk mencari kebenaran dan keadilan berdasarkan fakta hukum,” tambahnya.
BBWS: Masih Tunggu Arahan dari Pusat
Berbeda dengan sikap PUDAM, pihak BBWS Brantas menunjukkan pendekatan yang lebih hati-hati. Melalui perwakilannya, Yudhia Abrianto, BBWS menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu arahan dari pusat karena institusi tersebut beroperasi dalam sistem birokrasi yang tersentralisasi.
“Kami belum bisa mengambil keputusan apapun karena ini menyangkut kebijakan pusat. Kami harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan biro hukum di Jakarta sebelum melangkah lebih lanjut,” jelas Yudhia saat diwawancarai setelah proses mediasi.
Yudhia juga mengonfirmasi bahwa pihak BBWS akan kembali mengikuti proses mediasi lanjutan yang dijadwalkan dua minggu mendatang, dengan harapan ada solusi dari pemerintah pusat.
Ketertutupan Informasi PUDAM Disayangkan Media
Menariknya, ketika awak media mencoba mengonfirmasi secara langsung kepada Direktur Utama PUDAM Sumber Sejahtera terkait perkembangan kasus ini, pihak direksi enggan memberikan keterangan dan malah mengarahkan media untuk menghubungi kuasa hukum mereka.
Namun, kuasa hukum dari pihak PUDAM juga tidak memberikan pernyataan yang berarti dan meminta agar pertanyaan media diarahkan ke bagian Humas Pengadilan Negeri Bangkalan.
Sikap ini tentu disayangkan oleh kalangan jurnalis, mengingat keterbukaan informasi publik adalah bagian dari prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Padahal, sebagai badan usaha milik daerah, PUDAM seharusnya memberikan penjelasan terbuka terkait posisi hukumnya kepada masyarakat.
Menuju Sidang Perdana: Menanti Putusan yang Adil
Dengan gagalnya mediasi dan belum adanya titik temu, kasus ini dipastikan akan memasuki tahap sidang terbuka yang dijadwalkan pekan depan. Persidangan ini akan menjadi momentum penting untuk menguji validitas bukti-bukti dari kedua belah pihak—baik dari sisi ahli waris maupun dari PUDAM dan BBWS Brantas.
Menurut pengamat hukum pertanahan, perkara seperti ini kerap muncul karena lemahnya sistem dokumentasi pertanahan di masa lalu. Banyak aset negara maupun aset pribadi yang belum tersertifikasi dengan baik, sehingga membuka peluang sengketa ketika lokasi tersebut kemudian digunakan untuk pembangunan proyek pemerintah.
Implikasi Besar terhadap Proyek Pemerintah
Kasus ini tidak hanya menyangkut satu keluarga atau dua institusi saja. Sengketa lahan ini berpotensi menjadi preseden hukum penting terkait hak kepemilikan warga atas tanah yang digunakan untuk fasilitas umum, tanpa prosedur pelepasan hak yang sah.
Jika pengadilan membuktikan bahwa benar telah terjadi penguasaan sepihak tanpa pembebasan tanah, maka ke depan seluruh instansi pemerintah—baik pusat maupun daerah—akan dituntut lebih berhati-hati dalam pengadaan lahan.
Perlindungan terhadap Ahli Waris dan Aset Warga
Dari sisi sosial, kasus ini juga menyoroti pentingnya perlindungan terhadap hak ahli waris, terutama ketika bersinggungan dengan proyek-proyek pembangunan. Banyak kasus serupa terjadi namun tidak mendapatkan perhatian, karena warga tidak memiliki akses hukum atau sumber daya untuk memperjuangkan hak mereka.
Kasus ini membuktikan bahwa dengan pendampingan hukum yang tepat, warga memiliki kesempatan untuk memperjuangkan hak mereka secara sah dan terhormat di mata hukum.
Sengketa tanah antara ahli waris almarhum Djali alias P. Matrodji melawan PUDAM Sumber Sejahtera dan BBWS Brantas kini resmi berlanjut ke meja hijau. Proses hukum ini diharapkan mampu menjadi jalan keluar yang adil dan transparan bagi semua pihak.
Sidang yang akan digelar dalam waktu dekat di Pengadilan Negeri Bangkalan akan menjadi ajang pembuktian antara hak kepemilikan warga dan legitimasi pembangunan fasilitas umum oleh negara.
Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!