Dugaan kasus percobaan pemerkosaan terhadap seorang pengunjung anak di bawah umur yang melibatkan eks Supervisor salah satu tempat hiburan malam terkemuka, Black Owl Surabaya, berinisial RB, kini telah dilaporkan ke pihak kepolisian. Peristiwa yang dilaporkan terjadi pada 17 Oktober 2025 ini memicu reaksi keras dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya, yang langsung menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) darurat.
Korban, yang berinisial SD, berhasil selamat dari aksi tersebut setelah kamar hotel tempat kejadian digerebek oleh seorang perempuan yang mengaku sebagai istri pelaku.
Penasehat Hukum korban, Renald Christopher, menjelaskan bahwa kasus ini telah dilaporkan ke Polda Jawa Timur pada 23 Oktober 2025 dan kini ditangani oleh Subdit Renakta.
Menurut Renald, peristiwa bermula ketika korban datang ke Black Owl untuk merayakan ulang tahun, namun temannya tidak hadir. Korban sebelumnya diundang oleh manajer Black Owl untuk menggunakan voucher senilai Rp2 juta yang hanya berlaku untuk minuman beralkohol.
Di Black Owl, korban ditemani oleh pelaku, RB, yang baru dikenalnya melalui perkenalan manajer. Pelaku diduga terus mencekoki SD dengan minuman beralkohol hingga korban mabuk dan kesadarannya mulai hilang.
“Pelaku membohongi korban berinisial SD, menjanjikan akan diantar pulang dengan taksi online. Namun, ternyata malah dibawa ke Best Hotel Surabaya di Jalan Kedungsari,” ungkap Renald, Senin (15/12/2025).
Sesampainya di kamar hotel, pelaku diduga memaksa korban untuk melakukan persetubuhan. Korban yang masih memiliki sisa kesadaran terus memberontak dan mendapat tindak penganiayaan, berupa pukulan dan gigitan di leher.
Upaya pelaku akhirnya gagal. Beruntung, saat pelaku terus berusaha melakukan aksinya, seorang perempuan yang mengaku sebagai istri RB bersama dua petugas hotel menggerebek kamar tersebut. Pelaku lantas bersembunyi di kamar mandi.
Saat korban yang ketakutan keluar kamar dengan pakaian compang-camping, ia justru kembali dipukuli oleh perempuan yang mengaku sebagai istri RB dan diteriaki sebagai “pelakor.” Korban kemudian digiring ke lobi oleh dua karyawan hotel tanpa didengarkan kronologi yang jelas dan dilarang mengambil barang-barangnya dari kamar.
Kasus ini langsung ditindaklanjuti oleh Komisi B DPRD Kota Surabaya dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP). Anggota Komisi B, Agung Prasodjo, menegaskan insiden ini sebagai “pelanggaran berat yang mencoreng citra Kota Surabaya sebagai Kota Layak Anak.”
DPRD menyoroti adanya celah serius dalam operasional dan perizinan Black Owl, terutama pada Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Kami menemukan adanya celah serius terkait ketiadaan jeda waktu sterilisasi lokasi saat terjadi transisi dari jam operasional restoran ke klub malam,” ungkap Agung, Selasa (9/12/2025).
Kelalaian prosedural ini disinyalir menjadi celah masuknya pengunjung di bawah umur ke area hiburan malam. DPRD mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh aspek perizinan Black Owl, termasuk izin operasional, kepatuhan pajak, dan izin penjualan minuman beralkohol.
“Sikap kami tegas. Apabila ditemukan pelanggaran berulang yang berdampak negatif dan merusak generasi muda, kami merekomendasikan agar izin usaha ditinjau ulang, bahkan dicabut,” tutup Agung, menekankan komitmen dewan terhadap perlindungan anak.
Terkait insiden ini, pihak Black Owl melalui perwakilan, Egi, membenarkan bahwa oknum karyawan yang terlibat telah diberhentikan kurang dari 24 jam setelah kejadian. Egi mengklarifikasi bahwa dugaan pelecehan seksual terjadi di hotel, bukan di area outlet Black Owl, meskipun pertemuan awal terjadi di sana.
Mengenai lolosnya korban yang masih di bawah umur, Egi mengakui adanya “kelalaian internal” dari pihak supervisor.
“Yang bersangkutan datang bersama orang tuanya. Kami sudah melarang, hanya saja orang tua tetap memaksa anaknya masuk,” jelas Egi.
Ia menyayangkan insiden ini sebagai kegagalan supervisor dalam menegakkan aturan batasan usia (di bawah 21 tahun tidak diperbolehkan) tanpa pandang bulu, yang berujung pada pemutusan hubungan kerja supervisor terkait.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Timur, Kombes Pol Abraham Jules Abast, saat dikonfirmasi belum memberikan tanggapan resmi mengenai perkembangan penanganan kasus ini
Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!

