Surabaya – Penanganan kasus Taufik Ispriyono, oknum sipir Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pemuda Madiun yang tertangkap menyelundupkan narkoba ke dalam lapas, memantik kemarahan publik dan kecaman keras dari berbagai pihak. Salah satu suara paling lantang datang dari Aliansi Madura Indonesia (AMI) yang menyebut bahwa perlakuan terhadap Taufik mencerminkan ketimpangan hukum yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas.
Kasus Taufik Ispriyono: Narkoba dalam Nasi Bungkus dan Celana Dalam
Taufik Ispriyono, yang saat itu masih bertugas di Lapas Pemuda Madiun, diketahui mencoba menyelundupkan narkotika ke dalam lingkungan lapas dengan cara yang mengejutkan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, narkoba tersebut disembunyikan dalam nasi bungkus dan juga di celana dalam miliknya.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Taufik mengaku bahwa aksinya ini dilakukan atas perintah seorang bandar narkoba bernama Joseph, yang diduga memiliki jaringan kuat di dalam dan luar lapas.
Namun, alih-alih diproses secara pidana, Taufik hanya dijatuhi sanksi disiplin berupa pemindahan tugas ke Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Madiun, tanpa ditahan, tanpa laporan resmi ke kepolisian.
AMI: Rakyat Kecil Dihukum Berat, Oknum Aparat Dipindahkan
Ketua Umum AMI, Baihaki Akbar, menyampaikan kegeramannya terhadap perlakuan istimewa terhadap pelaku yang merupakan aparatur negara. Ia menilai tindakan ini mencoreng kepercayaan publik terhadap institusi hukum.
“Jika yang membawa narkoba adalah masyarakat biasa, bahkan hanya sebutir dua pil koplo, pasti langsung ditahan dan divonis berat. Tapi karena ini sipir lapas, malah tidak dilaporkan ke polisi. Ini bentuk nyata ketidakadilan,” ujar Baihaki kepada Informasi-publik.com pada Minggu, 16 Juni 2025.
Sebagai pembanding, AMI mengungkap beberapa kasus serupa yang menunjukkan bagaimana tajamnya hukum bagi rakyat biasa. Salah satunya adalah kasus seorang petani di Sampang yang divonis empat tahun penjara hanya karena menyimpan dua butir pil koplo.
Pola Lama, Masalah Sistemik
Menurut AMI, kasus ini bukan insiden tunggal, melainkan bagian dari pola sistemik peredaran narkoba di dalam lembaga pemasyarakatan. Baihaki menyebut bahwa praktik semacam ini telah berlangsung lama dan melibatkan jaringan yang luas, termasuk kemungkinan keterlibatan oknum-oknum lainnya.
Sebagai bukti, AMI turut membeberkan video viral yang menunjukkan seorang narapidana wanita di Rutan Perempuan Surabaya yang diduga sedang mengonsumsi narkoba. Video ini kembali memperkuat kecurigaan bahwa pengawasan di dalam rutan dan lapas sangat lemah, atau bahkan “dibocorkan” dari dalam.
Kemenkumham Jatim: Akan Dievaluasi
Merespons tekanan publik, Kepala Bidang Pengamanan Pemasyarakatan (Kabid PAM) Kanwil Kemenkumham Jatim, Efendi, menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan penanganan kasus serupa.
“Kami akan evaluasi total, termasuk penanganan internal dan pola pemantauan terhadap petugas. Ini tidak boleh terjadi lagi,” ujar Efendi.
Namun bagi AMI, pernyataan ini tidak cukup. Evaluasi bukanlah pengganti penegakan hukum.
“Kami minta penindakan hukum, bukan rotasi jabatan. Evaluasi tidak akan menyelesaikan akar persoalan jika pelaku utamanya tidak diproses secara pidana,” tegas Baihaki.
Tuntutan Tegas dari AMI: Usut Tuntas dan Terapkan Hukum Secara Setara
Sebagai bagian dari langkah advokasi, AMI secara terbuka menyampaikan enam tuntutan kepada Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS), serta aparat penegak hukum lainnya:
- Pecat dan Laporkan Taufik Ispriyono ke Polisi untuk Diproses Pidana
- Usut Bandar Narkoba Bernama Joseph yang disebut dalam BAP.
- Bongkar Seluruh Jaringan Narkoba di Lapas, termasuk dugaan keterlibatan oknum lain.
- Terapkan Hukum Tanpa Pandang Bulu, tidak peduli status jabatan pelaku.
- Copot Kalapas dan KPLP Lapas Pemuda Madiun, sebagai bentuk tanggung jawab struktural.
- Copot Kabag TU dan Umum Kanwil Ditjen PAS Jatim serta jajaran Tim Pemeriksa kasus Taufik.
AMI menyebut bahwa jika negara gagal mengambil langkah tegas, maka pesan yang sampai ke masyarakat sangat berbahaya: bahwa hukum bisa dibeli, dan pelanggaran serius tidak akan dihukum jika pelakunya punya jabatan atau kedekatan dengan kekuasaan.
Hukum Harus Tegak untuk Semua, Tanpa Privilege
Kasus Taufik Ispriyono sekali lagi membuka tabir persoalan klasik dalam sistem hukum Indonesia: masih kuatnya budaya impunitas terhadap oknum aparat. Ketika aparat yang seharusnya menjadi garda depan penegakan hukum justru melanggar hukum, dan lolos dari jerat pidana, maka kepercayaan publik terhadap institusi negara akan terus tergerus.
Peran Media dan Masyarakat Sipil
AMI menekankan bahwa pengawasan publik melalui media dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam menjaga integritas lembaga pemasyarakatan. Mereka juga mengajak aktivis, akademisi, dan praktisi hukum untuk bersuara dan mendorong transparansi dalam proses penanganan kasus ini.
“Kita tidak bisa diam. Keadilan hanya bisa ditegakkan jika ada tekanan moral dan sosial dari publik,” ujar Baihaki menutup pernyataannya.
Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!