Surabaya – Kabar menggembirakan datang dari dunia hukum di Surabaya. Pasangan lanjut usia (lansia), Sugeng Handoyo dan istrinya Siti Mualiyah, akhirnya divonis bebas murni oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, setelah sebelumnya dituduh melakukan penyerobotan tanah di kawasan Donokerto XI No. 70, Kelurahan Kapasan, Kecamatan Simokerto.
Putusan yang dibacakan pada Rabu (23/4/2025) oleh Ketua Majelis Hakim Ferdinand Marcus, S.H., M.H, membebaskan kedua terdakwa dari seluruh dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, dan membebankan seluruh biaya perkara kepada negara.
“Membebaskan kedua terdakwa dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan membebankan biaya perkara pada Negara,” tegas Hakim Ferdinand saat membacakan amar putusan di ruang sidang Sari 3 PN Surabaya.
Tangis Haru dan Syukur Kedua Lansia
Begitu vonis dibacakan, suasana ruang sidang berubah haru. Siti Mualiyah, yang sejak awal persidangan terlihat tegar, tak kuasa menahan tangis dan langsung mengucapkan syukur.
“Alhamdulillah,” ucapnya lirih sambil mengangkat tangan dan mengusap air mata kebahagiaan yang mengalir di pipinya.
Pasangan lansia ini telah menetap di rumah tersebut sejak Sugeng lahir dan dibesarkan di sana. Mereka bahkan telah memiliki cucu dan tidak pernah pindah dari rumah tersebut selama lebih dari 50 tahun.
Keadilan Telah Ditegakkan
Keberhasilan ini tak lepas dari kerja keras tim kuasa hukum, yakni Dwi Heri Mustika, S.H., M.H, Muhammad Arfan, S.H, dan Raya Afrizal, S.H, yang membela pasangan lansia tersebut secara total.
“Putusan ini adalah bentuk keadilan nyata bagi klien kami. Mereka tidak bersalah. Klien kami telah tinggal di rumah itu sejak lahir, dan tidak pernah sekalipun ada aktivitas pengukuran atau survey dari BPN,” ujar Dwi Heri Mustika usai persidangan.
Dwi menambahkan, kliennya tidak pernah menerima pemberitahuan ataupun menemukan petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang melakukan kegiatan ukur tanah di rumah tersebut. Hal inilah yang menjadi dugaan awal terjadinya maladministrasi dalam penerbitan sertifikat tanah oleh pihak tertentu.
Gugat PTUN untuk Batalkan Sertifikat
Setelah mendapatkan vonis bebas, Dwi Heri Mustika menyatakan pihaknya akan segera menempuh jalur hukum lanjutan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya untuk membatalkan sertifikat yang terbit atas nama pihak lain.
“Kami rencanakan melakukan gugatan di PTUN dalam waktu 1–2 minggu ke depan. Karena sejak awal kami menduga ada kesalahan prosedur dalam penerbitan sertifikat. Klien kami menempati rumah itu lebih dari setengah abad,” jelas Dwi, yang juga menjabat Ketua Komisi Media dan Publikasi BPW Peradin Jawa Timur.
Dwi juga menegaskan bahwa penguasaan fisik oleh kliennya telah terjadi selama lebih dari 50 tahun, tanpa pernah diganggu gugat, dan merupakan bentuk penguasaan sporadik yang sah secara hukum pertanahan.
LBH Cakram Hadirkan Bukti Keadilan
Dwi Heri Mustika yang juga dikenal sebagai Ketua Umum LBH Cakra Tirta Mustika (LBH Cakram) menyatakan akan terus memperjuangkan keadilan bagi masyarakat kecil, khususnya mereka yang kerap tidak paham soal hukum, seperti pasangan Sugeng dan Siti.
“Saya yakin kebenaran akan menang. Ini bukan hanya tentang selembar sertifikat, tetapi tentang hak hidup, sejarah keluarga, dan perjuangan panjang warga Surabaya,” ucap Dwi yang juga merupakan mantan wartawan senior.
Ucapan Syukur dan Apresiasi dari Tim Hukum
Senada dengan Dwi, rekan se-timnya Muhammad Arfan, S.H, juga menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung perjuangan mereka, baik dari sisi moral maupun informasi publik.
“Alhamdulillah, keadilan dikabulkan oleh Allah SWT. Kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak, khususnya para wartawan yang turut mengawal kasus ini hingga terang benderang,” tutur Arfan, advokat berdarah Madura yang dikenal vokal dalam membela hak-hak rakyat kecil.
Warga Kecil Butuh Perlindungan Hukum
Kasus ini menjadi preseden penting bahwa masih banyak warga kecil yang rentan dikriminalisasi atas sengketa pertanahan, apalagi ketika sudah menyangkut legalitas formal yang kadang tidak berpihak pada realitas penguasaan fisik bertahun-tahun.
Kemenangan Sugeng dan Siti di pengadilan pidana bukanlah akhir, melainkan awal dari perjuangan untuk memulihkan hak atas tanah yang telah mereka tempati selama puluhan tahun.
Diharapkan langkah hukum ke PTUN Surabaya dapat mengembalikan hak hukum yang sebenarnya kepada pasangan lansia ini, dan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak tentang pentingnya integritas dalam proses administrasi pertanahan.
Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!