GEMPAR JATIM Nyatakan Sikap Tolak Ketidakadilan dalam Penerapan Perda Parkir Surabaya

GEMPAR JATIM Nyatakan Sikap Tolak Ketidakadilan dalam Penerapan Perda Parkir Surabaya
informasi-publik.com,

Surabaya – Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Peduli Rakyat Jawa Timur (GEMPAR JATIM) menyatakan sikap tegas terhadap penerapan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Parkir yang baru diberlakukan secara agresif oleh Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 2025. Meski Perda tersebut telah disahkan sejak 2018, penerapan yang masif di tahun ini dinilai janggal dan menimbulkan keresahan sosial yang nyata di tengah masyarakat, khususnya para pekerja parkir.

Ketua Umum GEMPAR JATIM, Zahdi, S.H., menyampaikan bahwa organisasi yang dipimpinnya tidak bisa tinggal diam melihat adanya kebijakan publik yang berpotensi menimbulkan ketidakadilan, diskriminasi, dan ketimpangan sosial. Pihaknya mengajukan lima poin penting dalam pernyataan sikap yang dirilis kepada media pada 13 Juni 2025.

1. Transparansi Implementasi Perda Dipertanyakan

GEMPAR JATIM menyoroti waktu pelaksanaan Perda Parkir yang terkesan tiba-tiba dan tanpa sosialisasi memadai. Menurut Zahdi, publik patut mempertanyakan mengapa kebijakan yang telah disahkan sejak 2018 baru diterapkan secara aktif pada 2025.

“Kenapa baru sekarang dilakukan penertiban besar-besaran? Apakah ada agenda tersembunyi atau kepentingan tertentu di balik penertiban ini? Ini harus dijelaskan secara terbuka kepada masyarakat,” ujar Zahdi.

Ia juga menilai Pemerintah Kota Surabaya gagal dalam membangun transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan perda, padahal dampaknya menyangkut hajat hidup masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari sektor parkir.

2. Menolak Diskriminasi Etnis dalam Penerapan Kebijakan

Poin yang paling disorot GEMPAR adalah adanya narasi yang berkembang di masyarakat maupun media sosial yang menyudutkan etnis tertentu, khususnya etnis Madura, sebagai pihak yang mendominasi perparkiran secara negatif. Zahdi mengecam keras narasi tersebut.

“Tidak ada satu pun pasal dalam perda yang melarang warga luar Surabaya untuk menjadi juru parkir, apalagi berdasarkan latar belakang etnis. Ini adalah bentuk diskriminasi yang tidak bisa ditoleransi dalam negara hukum,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa stigma terhadap etnis Madura dapat merusak harmoni sosial dan menciptakan polarisasi di tengah masyarakat perkotaan yang multikultural seperti Surabaya.

Baca Lainnya  Satu Orang Buang Sampah, Satu Suku Disalahkan? Begini Reaksi Publik dan AMI

3. Penataan Ya, Tapi Jangan Sampai Menindas

GEMPAR JATIM mendukung upaya penataan kota, termasuk dalam sektor perparkiran. Namun, penataan tersebut tidak boleh dilakukan dengan cara yang justru meminggirkan masyarakat kecil. Banyak juru parkir yang sudah bertahun-tahun menggantungkan hidup dari pekerjaan tersebut dan kini menghadapi ketidakpastian akibat penerapan perda yang tidak berpihak.

“Kami bukan menolak aturan, tapi aturan itu harus manusiawi. Jangan sampai perda dijalankan secara arogan dan justru menindas para pencari nafkah yang bekerja di sektor informal,” terang Zahdi.

Menurutnya, peraturan yang tidak mempertimbangkan realitas sosial hanya akan menambah jumlah pengangguran dan memperparah kesenjangan ekonomi di kota.

4. Desak Dialog Terbuka: Libatkan Semua Elemen

Sebagai organisasi yang mengedepankan advokasi berbasis dialog, GEMPAR JATIM mendesak Pemerintah Kota Surabaya dan DPRD untuk membuka ruang partisipatif dalam evaluasi dan pelaksanaan Perda Parkir. Hal ini dinilai penting agar keputusan publik tidak hanya dibentuk di balik meja, tetapi juga lahir dari aspirasi warga kota.

“Libatkan juru parkir, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan tokoh etnis dalam dialog. Kota ini milik bersama, bukan segelintir elite,” ujar Zahdi.

Pihaknya juga telah mengirim surat resmi kepada DPRD Kota Surabaya untuk mengajukan audiensi, sebagai bentuk komitmen terhadap advokasi yang damai dan legal.

5. Siap Kawal Perda dan Bela Hak Rakyat Kecil

GEMPAR JATIM menegaskan komitmennya untuk terus mengawal pelaksanaan Perda Parkir agar tidak melenceng dari semangat keadilan sosial. Mereka akan terus menyuarakan hak-hak masyarakat kecil agar tidak dikorbankan atas nama penataan yang elitis dan kapitalistik.

“Perda jangan menjadi alat kekuasaan yang tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Kami akan mengawal proses ini sampai tuntas dan memastikan tidak ada yang dizalimi oleh kebijakan yang semestinya mengayomi,” pungkas Zahdi.

Seruan untuk Pemerintah dan DPRD Kota Surabaya

Melalui pernyataan ini, GEMPAR JATIM tidak hanya menyampaikan kritik, tetapi juga solusi. Mereka menuntut agar Pemerintah Kota Surabaya menghentikan narasi yang menyudutkan kelompok tertentu, dan mulai membangun komunikasi yang sehat serta konstruktif dengan warga yang terdampak.

Baca Lainnya  Dugaan Gratifikasi Rp3,6 Miliar, Kejati Jatim Tahan Eks Pejabat Dinas PU Surabaya

GEMPAR juga berharap DPRD tidak sekadar menjadi lembaga formalitas, tetapi benar-benar berfungsi sebagai penyambung suara rakyat. Di kota sebesar Surabaya, kebijakan publik harus lahir dari kesadaran kolektif, bukan dominasi kelompok tertentu yang hanya mementingkan estetika kota tanpa mempertimbangkan dampak sosialnya.

Surabaya Harus Jadi Contoh Kota yang Adil

Surabaya selama ini dikenal sebagai kota yang multikultural dan menjadi simbol kemajuan Jawa Timur. Untuk itu, GEMPAR JATIM menyerukan agar semangat keadilan, keterbukaan, dan keberagaman terus dijaga.

“Jangan sampai perda yang semestinya menjadi solusi justru menimbulkan luka sosial. Kota ini harus jadi contoh, bukan pemicu konflik baru,” kata Zahdi menutup pernyataannya.

Jika Anda adalah warga Surabaya atau pengamat kebijakan publik, suara Anda sangat penting dalam proses evaluasi perda ini. Suarakan pendapat Anda dengan santun dan konstruktif agar Perda Parkir benar-benar mencerminkan keadilan untuk semua warga kota.

Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!

*) Oleh : Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *