Warga Surabaya Melaporkan Dugaan Penguasaan Lahan oleh Ormas FPMI Secara Ilegal
Surabaya – Kasus dugaan penyerobotan lahan oleh kelompok organisasi masyarakat (ormas) kembali mencuat di Surabaya. Kali ini, tiga warga yang memiliki lahan di kawasan Jalan Keputran, Tegalsari, melaporkan bahwa tanah milik mereka telah dikuasai secara ilegal oleh ormas Forum Pemuda Madura Indonesia (FPMI). Tak hanya itu, lahan tersebut bahkan disewakan kepada pihak ketiga tanpa seizin pemilik.
Tiga Pemilik Lahan Jadi Korban, Kasus Ditangani Polrestabes Surabaya
Ketiga korban penyerobotan adalah TL (61), HW (65), dan TT (57), yang masing-masing memiliki lahan pribadi di wilayah tersebut. Mereka mengaku baru menyadari bahwa lahan mereka telah digunakan secara sepihak oleh oknum ormas, dan langsung mengambil langkah hukum dengan melaporkannya ke pihak kepolisian dalam kurun waktu berbeda — yaitu Oktober 2024, Januari 2025, dan April 2025.
Modus Ormas: Kibarkan Bendera dan Kuasai Lahan
Dalam keterangannya kepada media, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Aris Purwanto, menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari para pemilik lahan dan saat ini sedang menyelidiki dugaan penyerobotan lahan oleh kelompok ormas FPMI.
Menurut Aris, modus yang digunakan terbilang cerdik namun melawan hukum. Para anggota ormas tersebut mencari lahan kosong atau yang terlihat tidak digunakan untuk waktu lama, lalu mengibarkan bendera ormas di lokasi tersebut sebagai bentuk klaim penguasaan.
“Setelah bendera ormas dikibarkan, mereka memasuki lahan, membangun struktur sementara, dan bahkan menyewakannya ke pihak lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Ini dilakukan tanpa sepengetahuan apalagi persetujuan dari pemilik sah lahan tersebut,” ujar Aris.
Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum pidana, termasuk unsur penyerobotan lahan dan penggelapan hasil sewa.
Tindak Lanjut Polisi: Penyidikan Masih Berjalan
Pihak Polrestabes Surabaya menyatakan telah menindaklanjuti laporan dari ketiga warga tersebut dengan mengumpulkan bukti-bukti seperti sertifikat kepemilikan, dokumentasi aktivitas di lahan, serta kesaksian warga sekitar.
“Kami sedang mengidentifikasi pelaku-pelaku utama, termasuk yang melakukan penyewaan lahan. Jika terbukti, mereka akan kami proses hukum,” tambah AKBP Aris.
Penyidik juga sedang menelusuri siapa saja yang menyewa lahan tersebut dan apakah mereka mengetahui status hukum tanah tersebut. Hal ini penting untuk memastikan sejauh mana keterlibatan pihak luar dalam pemanfaatan ilegal lahan pribadi itu.
Tanggapan Korban: Minta Kepastian dan Perlindungan Hukum
Ketiga korban menyatakan harapan besar kepada aparat penegak hukum agar mereka mendapatkan perlindungan serta keadilan.
“Kami ini sudah tua, tidak punya kekuatan untuk melawan. Kami cuma ingin hak kami dikembalikan. Kami beli tanah itu dengan uang halal dan sekarang malah disewa-sewakan oleh orang yang bukan siapa-siapa,” ujar TL, salah satu korban.
Korban lain, HW, mengungkapkan bahwa ia baru tahu lahannya disewa setelah ada seseorang yang datang menanyakan perpanjangan kontrak. “Bayangkan, kami pemiliknya, tapi kami malah dianggap orang luar,” ujarnya dengan nada kesal.
Mereka juga berharap agar ke depan ada perlindungan ekstra dari negara terhadap pemilik sah lahan, terutama di tengah maraknya kasus mafia tanah dan ormas-ormas yang bertindak di luar batas.
Fenomena Ormas Kuasai Lahan: Ancaman Baru bagi Kepemilikan Pribadi
Praktik serupa yang dilakukan oleh oknum ormas seperti dalam kasus ini menambah panjang daftar persoalan yang dihadapi pemilik lahan di kota-kota besar, termasuk Surabaya. Tindakan oknum ormas yang melampaui fungsi sosial organisasi dan menjurus pada tindakan kriminal menjadi perhatian serius banyak kalangan.
Pakar hukum agraria, Dr. Rina Widya Sari, menilai bahwa fenomena seperti ini tidak bisa dianggap sepele. “Ketika ormas mulai melakukan tindakan seperti menguasai dan menyewakan lahan orang lain, itu bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga ancaman terhadap hak milik pribadi yang dijamin UUD 1945,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kasus seperti ini seharusnya ditangani dengan tegas dan cepat, agar tidak menjadi preseden buruk yang bisa ditiru oleh kelompok lain.
Seruan Warga dan Tokoh Masyarakat
Menyikapi kasus ini, beberapa tokoh masyarakat setempat juga angkat bicara. Mereka menyerukan agar pemerintah kota dan kepolisian menindaklanjuti laporan-laporan serupa dan tidak memberikan ruang toleransi terhadap ormas yang menyalahgunakan nama organisasinya.
“Organisasi masyarakat itu seharusnya membantu rakyat, bukan malah merugikan. Kalau sudah seperti ini, masyarakat tidak akan lagi percaya terhadap ormas,” kata Dedy Surya, tokoh masyarakat Tegalsari.
Warga juga mendesak agar pengawasan terhadap penggunaan lahan di kota Surabaya diperketat, dan akses informasi status lahan dibuat lebih transparan agar tidak ada pihak yang bisa memanfaatkannya secara ilegal.