Sengketa Tanah Warga vs PUDAM Bangkalan Memanas, Sidang Berlanjut di PN Bangkalan
Bangkalan – Konflik agraria kembali mencuat di Kabupaten Bangkalan, Madura. Sengketa kali ini menyeret nama Ahmad, seorang warga Desa Karang Nangkah, Kecamatan Blega, yang mengklaim sebagai pemilik sah sebidang tanah yang kini disengketakan dengan pihak Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PUDAM) Sumber Sejahtera Bangkalan.
Kasus ini telah memasuki proses hukum dan tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Bangkalan. Dalam sidang terakhir yang digelar awal Agustus 2025, majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang dan meminta kedua pihak melengkapi dokumen-dokumen pembuktian.
“Sidang ditunda karena ada beberapa berkas yang belum lengkap dari kedua pihak. Sidang lanjutan dijadwalkan pada Selasa, 12 Agustus 2025,” ujar salah satu sumber di Pengadilan Negeri Bangkalan.
Kuasa Hukum: Pertanyakan Legalitas SHGB
Sujarwanto, kuasa hukum dari pihak penggugat, yakni Ahmad, yang juga merupakan ahli waris tanah tersebut, menegaskan pentingnya pengumpulan bukti-bukti otentik untuk memperjelas asal-usul hak atas tanah yang kini bersertifikat SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan).
“Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan bukti-bukti kuat dan akurat. Ini penting untuk menelusuri asal-usul tanah HGB dan memastikan bahwa kebenaran dapat terungkap,” ujar Sujarwanto kepada redaksi informasi-publik.com pada Senin (05/08/2025).
Menurut Sujarwanto, munculnya SHGB atas tanah yang selama ini dikuasai kliennya menimbulkan pertanyaan besar. Ia mempertanyakan proses penerbitan dan keabsahan dokumen tersebut, yang menurutnya perlu dikaji secara hukum dan administratif.
“Kami tidak menyalahkan BPN langsung. Kami yakin BPN memiliki dasar kuat. Tapi dasar tersebut harus bisa diuji di pengadilan,” tegasnya.
Rencana Upload Bukti Sebelum Sidang
Untuk menghindari penundaan kembali, Sujarwanto menyatakan bahwa pihaknya akan mengunggah seluruh bukti-bukti tambahan secara resmi pada Senin, 11 Agustus 2025, sehari sebelum sidang berikutnya.
Langkah ini dinilai penting untuk mempercepat proses persidangan dan menghindari kesan bahwa proses hukum berjalan lambat.
“Kami ingin mempercepat dan memperjelas posisi hukum klien kami. Jika semua bukti lengkap, majelis hakim bisa segera mengambil keputusan yang adil,” kata Sujarwanto.
Kuasa Hukum Tergugat Enggan Berkomentar
Sementara itu, ketika dikonfirmasi oleh wartawan informasi-publik.com, kuasa hukum dari pihak tergugat, yaitu PUDAM Sumber Sejahtera Bangkalan, memilih tidak memberikan pernyataan resmi.
Mereka menyatakan bahwa karena perkara ini masih disidangkan dan bersifat terbuka, maka mereka hanya akan berbicara melalui jalur hukum dan enggan memberikan komentar tambahan di luar ruang sidang.
Latar Belakang Kasus
Sengketa ini bermula dari klaim Ahmad yang menyatakan bahwa tanah di Desa Karang Nangkah adalah milik keluarganya secara turun-temurun. Namun, belakangan diketahui bahwa lahan tersebut telah bersertifikat SHGB atas nama badan usaha milik daerah (BUMD), yakni PUDAM Sumber Sejahtera.
Masuknya perkara ini ke pengadilan mengindikasikan bahwa sengketa agraria di Madura masih menjadi persoalan serius, terutama menyangkut keterbukaan informasi pertanahan dan transparansi dalam penerbitan sertifikat oleh pihak-pihak terkait.
Harapan Keadilan
Kasus seperti ini menambah daftar panjang konflik agraria di Indonesia, khususnya di wilayah pedesaan. Banyak warga yang merasa tanahnya “dikuasai” atau “disertifikasi” tanpa keterlibatan mereka dalam proses administratif.
Para aktivis hukum dan agraria menilai, perkara seperti ini harus menjadi perhatian bersama, terutama dalam konteks reforma agraria dan perlindungan hak atas tanah masyarakat kecil.
“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Jika benar itu milik kami, kembalikan. Jika memang milik negara, buktikan dengan dokumen yang sah dan proses yang terbuka,” tegas salah satu anggota keluarga penggugat.
Sidang lanjutan yang akan digelar pada Selasa, 12 Agustus 2025 di Pengadilan Negeri Bangkalan diharapkan dapat membuka jalan terang atas status kepemilikan lahan tersebut. Masyarakat sekitar dan aktivis lokal kini ikut menaruh perhatian pada proses hukum ini sebagai cerminan wajah keadilan agraria di daerah.