Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menegaskan Inggris akan mengakui Negara Palestina
London – Pemerintah Inggris menyatakan akan mengakui Negara Palestina pada bulan September mendatang apabila Israel tidak segera menyepakati gencatan senjata di Gaza dan berkomitmen terhadap proses perdamaian jangka panjang. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Perdana Menteri Inggris Keir Starmer usai rapat kabinet pada Selasa (29/7/2025). Langkah ini dinilai sebagai upaya baru Inggris untuk mendorong implementasi solusi dua negara di kawasan Timur Tengah yang kian memanas.
“Kami akan mengakui Negara Palestina pada saat yang memiliki dampak maksimal bagi proses perdamaian dua negara. Jika Israel tidak mengambil langkah substantif untuk mengakhiri situasi yang mengerikan di Gaza, maka pengakuan akan kami lakukan pada Sidang Umum PBB bulan September,” tegas Starmer, dikutip dari CNN.
Situasi Gaza dan Tekanan Internasional
Konflik Gaza yang telah berlangsung berbulan-bulan memicu krisis kemanusiaan akut. Laporan badan keamanan pangan PBB menyebutkan bahwa lebih dari 20.000 anak telah dirawat akibat gizi buruk akut sejak April hingga pertengahan Juli 2025. Kondisi ini mendorong gelombang kecaman global, termasuk dari publik Inggris sendiri yang disebut Starmer “revolted” (muak) melihat gambar warga sipil kelaparan.
Starmer mengaitkan pengakuan Palestina dengan kebutuhan mendesak untuk menghentikan penderitaan sipil dan mendorong negosiasi damai. Ia menekankan bahwa keputusan Inggris bukan berarti mendukung kelompok bersenjata tertentu, melainkan demi membuka jalan menuju perdamaian berkelanjutan.
Respons Israel: Tuduhan ‘Penghargaan untuk Terorisme’
Pernyataan Starmer segera menuai reaksi keras dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Netanyahu menilai langkah Inggris akan memberi “penghargaan” kepada Hamas, yang oleh Israel dianggap sebagai organisasi teroris.
“Sebuah negara jihad di perbatasan Israel hari ini akan mengancam Inggris besok. Kebijakan meredakan kelompok jihad selalu gagal, dan akan gagal juga bagi kalian,” ujar Netanyahu dalam pernyataan resmi yang diposting kantor PM Israel di platform X.
Kementerian Luar Negeri Israel menambahkan bahwa keputusan Inggris berpotensi merusak upaya negosiasi gencatan senjata dan pembebasan sandera yang masih ditahan di Gaza.
Sikap AS dan Negara Lain
Sementara itu, mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ikut mengkritik keputusan Inggris, menyebutnya “seolah-olah memberi hadiah kepada Hamas”. Trump menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak berencana mengikuti langkah Inggris.
Di sisi lain, langkah Inggris mendapat dukungan dari beberapa negara Eropa dan Timur Tengah. Prancis memuji keputusan Starmer dan menyebutnya selaras dengan momentum diplomatik yang mereka dorong sebelumnya. Arab Saudi dan Otoritas Palestina juga mengapresiasi sikap Inggris, menyebutnya sebagai “komitmen terhadap hukum internasional”. Yordania menyebut keputusan ini “langkah ke arah yang benar” untuk mewujudkan solusi dua negara.
Tekanan Politik Internal di Inggris
Keputusan Starmer juga dipengaruhi tekanan internal dari Partai Buruh (Labour) yang dipimpinnya. Banyak anggota parlemen dan kader partai mendesak pemerintah mengambil sikap tegas terhadap Israel menyusul meningkatnya korban sipil di Gaza. Desakan ini kian kuat setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan rencana serupa untuk mengakui Palestina bulan September, menjadikan Prancis negara G7 pertama yang mengambil langkah itu.
Rencana Pengakuan dan Syarat Gencatan Senjata
Starmer menegaskan pengakuan Palestina akan dilakukan jika Israel gagal memenuhi beberapa syarat kunci, yaitu:
- Mengakhiri operasi militer di Gaza dan menyepakati gencatan senjata.
- Membebaskan semua sandera yang masih ditahan kelompok bersenjata.
- Mendukung proses damai dua negara secara nyata dan berkelanjutan.
“Tidak seorang pun boleh memiliki hak veto atas keputusan kami,” tegas Starmer. “Kami akan menilai sejauh mana pihak-pihak terkait memenuhi langkah-langkah ini pada bulan September.”
Posisi Inggris: Dukung Keamanan Israel, Akui Palestina
Dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menegaskan bahwa dukungan terhadap keamanan Israel tidak bertentangan dengan dukungan terhadap negara Palestina.
“Tidak ada kontradiksi antara mendukung keamanan Israel dan mendukung kenegaraan Palestina. Keduanya adalah kunci bagi perdamaian abadi di kawasan,” kata Lammy.
Konteks Internasional: Dukungan untuk Solusi Dua Negara
Konflik Israel-Palestina telah berlangsung puluhan tahun, dengan solusi dua negara – Israel dan Palestina hidup berdampingan secara damai – sebagai kerangka perdamaian yang diakui PBB dan komunitas internasional. Namun, eskalasi kekerasan belakangan ini membuat prospek tersebut kian meredup.
Beberapa negara Eropa seperti Spanyol, Irlandia, dan Norwegia telah lebih dahulu mengakui Palestina pada 2024. Langkah Inggris dan Prancis diperkirakan dapat memperkuat dukungan internasional bagi Palestina, sekaligus menekan Israel untuk kembali ke meja perundingan.
Langkah Inggris mengakui Palestina merupakan perkembangan signifikan dalam diplomasi internasional terkait konflik Israel-Palestina. Dengan tenggat waktu September, semua mata kini tertuju pada langkah selanjutnya Israel dan Hamas: apakah mereka akan menyepakati gencatan senjata dan membuka jalan menuju perdamaian, atau membiarkan peluang solusi dua negara semakin menjauh.