Pameran Visualisasi Puisi Vol. 2 Oleh Sastra Lumpur Resmi di Buka, Puisi Menemukan Tubuh Baru
Surabaya — Lebih dari 500 orang hadir di Warung Kopi SMELEH, Selasa (12/8/2025), menyaksikan pembukaan Pameran Visualisasi Puisi Vol. 2. Puisi-puisi dalam buku Sebagai Daun yang Tak Lagi Raib Terbakar oleh Darah Api karya Adnan Guntur yang diterbitkan Penerbit Lumpur dari Saung Indonesia telah meninggalkan halaman kertas dan beralih ke ruang dinding, dipotret, diinterpretasi, dan diberi tubuh baru lewat mata empat fotografer. Pameran ini dibuka dengan fokus pada medium fotografi, menjadikan kata-kata sebagai pijakan penciptaan citra visual yang berbeda dari ilustrasi atau lukisan, tetapi tetap membawa kedalaman imajinasi.
Empat fotografer — M Aldi F, Reza Kura, Stevan Deyo, dan Muhammad Alfin Ikram Mullah R.L — diundang untuk membaca, meresapi, lalu menerjemahkan puisi Adnan Guntur menjadi rangkaian foto. Prosesnya bukan sekadar memindahkan kata menjadi gambar, tetapi mencari irisan antara dunia imaji penulis dan sudut pandang personal fotografer.
M Aldi F melihat tantangan itu sebagai upaya membawa yang abstrak ke permukaan. “Buat saya, yang abstrak itu harus dibawa turun ke permukaan. Dari kata-kata yang melayang, saya bikin jadi citra yang bisa dilihat mata,” ujarnya, menegaskan bahwa visualisasi puisi bukan untuk mengunci makna, tetapi membuka pintu tafsir baru.
Bagi Reza Kura, keterlibatan dalam proyek ini adalah kesempatan untuk menciptakan jarak yang sehat antara teks dan foto. “Ini bukan representasi puisi Adnan, tapi interpretasi saya sendiri. Lewat kamera, saya coba tangkap momen itu, biar emosi di dalamnya bisa dilihat kapan saja,” katanya. Ia memotret bukan untuk menjelaskan, melainkan menghidupkan suasana yang ia temukan setelah berinteraksi dengan teks.
Stevan Deyo justru memandang visualisasi puisi seperti sebuah pesan yang dikirim dari masa lalu. “Fotografi itu seperti mengirim pesan dari masa lalu, yang suatu hari nanti bisa dibuka lagi,” ungkapnya. Bagi Stevan, gambar yang lahir dari puisi akan selalu menyimpan ruang jeda — seperti puisi itu sendiri — yang memungkinkan pembacaan ulang di waktu berbeda.
Sementara itu, Muhammad Alfin Ikram Mullah R.L menjadikan foto sebagai media penghubung. “Lewat foto, saya nyusun cerita, nyambungin gagasan untuk menjadi jembatan agar orang merasa bagian dari satu komunitas,” ujarnya. Dalam karyanya, elemen-elemen puisi diolah menjadi narasi visual yang tidak hanya berdiri sendiri, tetapi juga beresonansi dengan penonton.
Pameran ini menjadi kelanjutan dari Vol. 1 yang sebelumnya menampilkan kolaborasi visual antara Adnan Guntur dan Kura Fotografi. Bedanya, Vol. 2 di Semeleh ini cukup beragam: meski pembukaan fokus pada fotografi sebagai medium utama, rangkaian acara berikutnya akan menghadirkan interpretasi visual lain seperti ilustrasi digital, hand lettering, dan video storyteller.
Agenda pameran berlangsung dari 12 hingga 18 Agustus 2025. Setelah pembukaan hari ini, agenda berlanjut pada Kamis (14/8) dengan stand-up poetry — panggung terbuka yang membawa pembacaan puisi ke dalam format pertunjukan lisan yang interaktif. Puncak acara akan digelar Senin (18/8) lewat artist talk yang kali ini berfokus pada video storyteller, lettering, dan ilustrasi digital. Setelah sesi tersebut, akan ada tour keliling pameran di mana pengunjung diajak langsung untuk merespons karya-karya visual para seniman, menjadikannya dialog terbuka antara karya dan penonton.
Adnan Guntur, sebagai penulis puisi yang menjadi objek pameran, menekankan bahwa pameran ini bukanlah cara untuk memberi “makna pasti” pada puisinya. “Puisi tak selesai; ia hanya berganti tubuh. Setiap pembacaan, setiap medium, setiap orang akan memberinya tubuh yang berbeda,” ujarnya.
Warung Kopi SMELEH dipilih sebagai ruang pameran bukan hanya karena lokasinya yang dekat dengan komunitas seni, tetapi juga karena suasana santai yang memungkinkan interaksi intens antara karya dan penonton. Dinding-dindingnya kini menjadi kanvas, dan pengunjung yang datang bisa duduk menikmati kopi sambil membiarkan matanya berkelana dari satu foto ke foto lain, mencari sisa-sisa kata yang masih bersembunyi di dalamnya.
Pada agenda pembukaan ini, para fotografer mengajak pengunjung untuk menyadari bahwa puisi bukanlah entitas yang kaku. Ia bisa berpindah medium, mengubah bentuk, bahkan mengaburkan batas antara sastra dan seni rupa. Seperti daun yang berpindah tertiup angin, atau api yang menyala di tempat yang tak terduga, puisi dalam pameran ini hadir sebagai pengalaman visual yang terbuka untuk semua penafsiran.
Pameran Visualisasi Puisi Vol. 2 dapat dikunjungi setiap hari hingga penutupan pada 18 Agustus 2025 di Warung Kopi SMELEH, Surabaya.