Mahasiswa Soroti KKN UINSA 2025: Diduga Jadi Proyek Terselubung dengan BPN Tanpa Akomodasi dan Apresiasi
Surabaya — Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya tahun 2025 menuai kritik tajam dari mahasiswa peserta. Alih-alih menjadi ajang pengabdian kepada masyarakat, KKN ini diduga kuat telah berubah menjadi proyek tersembunyi hasil kerja sama antara pihak kampus dan Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Jawa Timur.
Mahasiswa angkatan 2022 yang saat ini tengah menjalankan program KKN menyampaikan bahwa mereka dijadikan tenaga sukarela dalam proyek pendataan tanah wakaf—pekerjaan teknis yang sejatinya merupakan wewenang dan tanggung jawab resmi instansi pemerintah. Lebih ironis, pekerjaan tersebut dilakukan tanpa adanya fasilitas, akomodasi, maupun bentuk apresiasi dari pihak kampus dan BPN.
Dikorbankan Demi Pendataan Tanah Wakaf
“Pendataan tanah wakaf ini menyita lebih dari 30 hari dari total 40 hari durasi KKN. Lokasi yang ditentukan pun jauh dari posko desa kami, sehingga menyulitkan pelaksanaan program kerja yang sebenarnya untuk masyarakat desa,” ujar salah satu mahasiswa peserta KKN di Probolinggo.
Kondisi ini membuat mahasiswa tak memiliki waktu yang cukup untuk menjalankan program-program berbasis pemberdayaan masyarakat seperti yang semestinya menjadi fokus KKN.
“Alih-alih membantu desa, kami malah mondar-mandir memenuhi perintah dari BPN tanpa tahu kejelasan status peran kami,” tambahnya.
Dirasakan Hampir di Seluruh Lokasi KKN
Keluhan serupa juga disuarakan oleh mahasiswa yang ditugaskan di kabupaten lain seperti Pasuruan, Ngawi, Lamongan, Banyuwangi, hingga Bondowoso. Semua mengaku diminta mendata tanah wakaf dengan formulir dari BPN dan melakukan input data, termasuk wawancara dengan takmir masjid dan pemilik lahan.
Mahasiswa tidak diberi pelatihan teknis maupun dukungan logistik. Bahkan, alat tulis, kuota internet, hingga transportasi harus ditanggung sendiri.
Dugaan Kepentingan Terselubung: Sertifikasi Lahan Kampus?
CK, mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara, menduga bahwa program ini bukan semata untuk pengabdian, melainkan sarat muatan kepentingan tertentu.
“Ada indikasi bahwa kerja sama ini merupakan bentuk balas budi, terutama terkait proses sertifikasi lahan Kampus UINSA 2. Ini perlu ditelusuri secara serius karena bisa melibatkan konflik kepentingan,” ujar CK.
Hal ini diamini oleh beberapa dosen pembimbing lapangan yang enggan disebutkan namanya. Mereka menyayangkan tidak adanya transparansi terkait tujuan kolaborasi antara UINSA dan BPN.
Tuntutan Evaluasi, Transparansi, dan Perlindungan Mahasiswa
AB, mahasiswa Prodi Ilmu Ekonomi, menyatakan kekecewaannya terhadap kinerja Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UINSA serta Kanwil ATR/BPN Jatim. Ia menegaskan bahwa mahasiswa tidak menolak pengabdian kepada masyarakat, tetapi menolak menjadi alat eksploitasi.
“Mahasiswa UINSA tidak anti terhadap program pengabdian. Tapi kami menolak dijadikan alat eksploitasi terselubung. Kami menuntut evaluasi menyeluruh terhadap sistem KKN ini, transparansi anggaran, akomodasi yang layak, dan pengembalian hak mahasiswa untuk fokus membangun desa,” tegas AB.
Permintaan mahasiswa tersebut mencerminkan kebutuhan akan perlindungan hak-hak mahasiswa dalam kegiatan akademik berbasis lapangan. KKN seharusnya menjadi ruang belajar dan pengabdian, bukan ladang kerja paksa berkedok kolaborasi.
Belum Ada Respons Resmi dari Pihak Kampus dan BPN
Hingga berita ini diturunkan, pihak UINSA maupun Kanwil ATR/BPN Jawa Timur belum memberikan tanggapan atau klarifikasi resmi. Awak media telah mengirimkan permintaan wawancara dan konfirmasi ke humas UINSA serta ke Kantor ATR/BPN Jatim.
Mahasiswa berharap permasalahan ini bisa menjadi momentum evaluasi nasional terhadap model pelaksanaan KKN di kampus-kampus negeri yang sering kali tidak berpihak pada peserta. Mereka juga meminta Kementerian Agama dan Ombudsman RI turun tangan mengaudit program-program KKN yang diduga menyimpang dari esensi pendidikan dan pengabdian masyarakat.