Laporan Penggelapan Rp 200 Juta di Sidoarjo Jalan di Tempat
Sidoarjo – Kasus dugaan penggelapan uang sebesar Rp 200 juta yang dilaporkan oleh Muhammad Idris, warga Ikan Gurami, Surabaya, ke Polresta Sidoarjo sejak 9 Februari 2025 hingga kini belum menunjukkan kejelasan. Meskipun telah berjalan lebih dari tujuh bulan, pihak Satreskrim Polresta Sidoarjo terkesan lamban menindaklanjuti laporan tersebut.
Idris mengaku kecewa karena hingga Minggu (17/8/2025), dirinya belum juga menerima kepastian hukum dari penyidik. Padahal sebelumnya, Kanit Idik IV Satreskrim Polresta Sidoarjo, Iptu M Rofik, berjanji akan memberikan kepastian terkait unsur penggelapan yang dilaporkan pada Senin (11/8/2025). Namun, hingga kini janji itu tidak kunjung terealisasi.
Pelapor Merasa Dipingpong, Penyidik Sulit Dihubungi
Dalam keterangannya kepada wartawan, Idris mengaku frustrasi. Ia merasa dipingpong dan tidak mendapatkan kejelasan dari penyidik terkait laporannya. Ketika mencoba menghubungi penyidik bernama Aldin, pertanyaannya mengenai perkembangan kasus pun tidak mendapat jawaban yang memuaskan.
“Saya buat laporan ini sudah lama. Intinya saya ingin kejelasan, apakah laporan saya bisa diproses sesuai hukum atau tidak. Kalau tidak bisa, seharusnya penyidik memberi alasan yang jelas. Kalau laporan di kepolisian saja tidak ada kejelasan, saya harus melapor ke mana lagi untuk mencari keadilan?” keluh Idris.
Idris menambahkan bahwa dirinya hanya menuntut transparansi. Menurutnya, jika memang laporannya tidak dapat ditindaklanjuti, penyidik seharusnya menjelaskan alasannya.
Kronologi Kasus: Dari Kerjasama hingga Kerugian
Kasus ini bermula pada Agustus 2024 ketika Idris menjalin kerjasama bisnis pemotongan sapi dengan Syaiful, warga Krian, Sidoarjo. Dalam kerjasama itu, Idris menyediakan modal untuk membeli sapi, sementara Syaiful bertindak sebagai tukang jagal sekaligus pencari pembeli.
Kerjasama tersebut sempat berjalan lancar. Idris mengaku bisa mendapatkan keuntungan Rp 20–30 juta setiap bulan. Namun masalah muncul pada September 2024 ketika Idris menyerahkan uang sebesar Rp 200 juta kepada Syaiful untuk membeli sapi.
Sayangnya, sejak saat itu, Idris tidak pernah lagi menerima keuntungan dari modal yang ia berikan. Bahkan uang Rp 200 juta yang dijanjikan sebagai modal usaha tidak juga dikembalikan.
Syaiful berdalih bahwa uang tersebut digunakan membeli sapi di Tuban, namun truk pengangkutnya mengalami kecelakaan hingga menyebabkan sapi mati semua. Idris merasa alasan tersebut tidak masuk akal karena Syaiful tidak pernah memberikan bukti foto ataupun dokumen pendukung.
Bukti Bermaterai dan Saksi Ketua RT
Idris menegaskan bahwa dirinya memiliki bukti tertulis berupa surat bermaterai yang ditandatangani Syaiful. Dalam surat tersebut, Syaiful mengakui membawa uang milik Idris. Bahkan pengakuan itu turut disaksikan oleh Ketua RT di tempat tinggal Syaiful.
“Wong jelas-jelas Syaiful itu mengakui membawa uang saya, bahkan pengakuannya ditulis di atas kertas bermaterai dan disaksikan Ketua RT. Jadi apalagi yang kurang untuk dijadikan bukti?” tegas Idris.
Meski bukti kuat telah diserahkan, Idris merasa heran mengapa pihak Satreskrim Polresta Sidoarjo tak kunjung menindaklanjuti laporannya.
Dari Polsek Krian ke Polresta Sidoarjo
Sebelum melapor ke Polresta, Idris sempat mendatangi Polsek Krian. Namun, laporan itu tidak bisa diproses di tingkat Polsek. Ia pun diarahkan oleh seorang anggota Polsek bernama Imam untuk melapor ke Polresta Sidoarjo.
Atas arahan tersebut, Idris resmi membuat laporan pada 9 Februari 2025 di Polresta Sidoarjo. Semua dokumen dan berkas yang diminta penyidik sudah ia lengkapi. Namun sayangnya, hingga Agustus 2025, perkembangan kasus nyaris tidak ada.
Kekecewaan Pelapor atas Lambannya Kinerja Polisi
Dalam pernyataannya, Idris mengaku kecewa dengan lambannya penanganan kasus oleh Satreskrim Polresta Sidoarjo.
“Jujur saja saya kecewa dengan kinerja Satreskrim Polresta Sidoarjo. Semua berkas sudah saya serahkan, tetapi laporan saya terkesan diabaikan. Uang Rp 200 juta itu sangat besar nilainya bagi saya.” ungkap Idris.
Idris menilai, selama hampir tujuh bulan, penyidik pun kesulitan memanggil Syaiful untuk dimintai klarifikasi. Hal ini semakin memperkuat kecurigaannya bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam penanganan kasusnya.
Perlunya Transparansi dan Kepastian Hukum
Kasus ini menjadi cerminan bahwa masyarakat masih menghadapi kendala dalam mendapatkan kepastian hukum. Idris hanya menginginkan proses hukum berjalan sesuai aturan. Transparansi menjadi tuntutan utama agar kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum tetap terjaga.
Jika laporan Idris tidak bisa diproses, ia berharap ada penjelasan resmi dari penyidik. Sebaliknya, jika bukti yang diserahkan dianggap cukup, maka proses hukum seharusnya berjalan sebagaimana mestinya.
Tuntutan Keadilan: Harus Lapor ke Mana Lagi?
Kebingungan Idris patut menjadi perhatian. Sebagai warga negara, ia berhak atas perlindungan hukum. Namun, jika laporan ke kepolisian tidak kunjung ditindaklanjuti, ke mana lagi seorang pelapor harus mencari keadilan?
Pertanyaan ini tidak hanya relevan bagi Idris, tetapi juga bagi masyarakat lain yang mungkin mengalami permasalahan serupa. Apabila mekanisme hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya, kepercayaan publik terhadap institusi hukum bisa menurun drastis.
Kasus dugaan penggelapan Rp 200 juta dengan terlapor Syaiful seakan jalan di tempat di tangan Satreskrim Polresta Sidoarjo. Padahal, pelapor telah memberikan bukti tertulis bermaterai serta saksi yang memperkuat laporannya.
Muhammad Idris berharap agar pihak kepolisian segera memberikan kejelasan dan transparansi. Ia menegaskan bahwa dirinya hanya menuntut proses hukum berjalan adil. Jika tidak, pertanyaan besarnya adalah: kemana lagi masyarakat harus mengadu untuk mendapatkan keadilan?