Kasus Sengketa Tanah di Desa Karangnangkah, Achmad vs BBWS Tetap Lanjut di PN Bangkalan

15 Juli 2025 | Redaksi

BANGKALAN – Kasus sengketa lahan antara ahli waris Achmad dan dua lembaga pemerintah, yakni Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PUDAM) Bangkalan dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, memasuki babak baru. Meski telah dilakukan upaya mediasi, hasilnya belum membuahkan kesepakatan. Proses hukum pun dipastikan tetap berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan.

Sidang lanjutan perkara ini dijadwalkan digelar pada tanggal 22 Juli 2025, sebagaimana disampaikan perwakilan dari BBWS dan kuasa hukum pihak ahli waris.

Awal Mula Sengketa: Rumah Pompa Dibangun di Atas Lahan Bersengketa

Persoalan bermula dari pembangunan rumah pompa air oleh PDAM Bangkalan yang berdiri di atas tanah di Dusun Karangnangkah, Desa Blega, Kabupaten Bangkalan. Tanah tersebut diklaim oleh ahli waris Achmad sebagai milik keluarga yang tidak pernah dilepaskan secara sah atau dialihkan haknya kepada pemerintah.

Pihak keluarga Achmad, melalui kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan dan Penyuluhan Hukum (LBPH) Kosgoro Jombang, melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Bangkalan. Mereka menuntut pengakuan hukum atas hak milik tanah tersebut dan meminta kejelasan status hukum rumah pompa yang sudah dibangun.

Namun dalam proses berjalan, BBWS secara sepihak memasang plakat di lokasi tersebut yang menyatakan bahwa tanah dan bangunan itu merupakan milik negara, berdasarkan putusan pengadilan yang tidak menyebut nama BBWS sebagai tergugat langsung, melainkan perkara antara Achmad melawan PUDAM.

Hasil Mediasi: Masih Ada Perbedaan Persepsi

Proses mediasi telah dilakukan, namun hasilnya belum menemukan titik temu. Sujarwanto, S.H., kuasa hukum dari ahli waris Achmad, mengungkapkan bahwa perbedaan persepsi antara pihaknya dan BBWS menjadi hambatan dalam penyelesaian damai.

“Pihak tergugat menganggap tanah yang dilepas mencakup saluran dan pompa, padahal klien kami hanya melepas saluran saja. Untuk obyek rumah pompa, belum pernah ada pelepasan hak,” ujar Sujarwanto kepada informasi-publik.com pada Senin (15/7/2025).

Ia menegaskan, pihaknya terbuka untuk mencari penyelesaian yang damai, namun tetap menjunjung tinggi hak-hak hukum kliennya sebagai pemilik sah lahan tersebut.

Baca Lainnya  AMI Bongkar Dugaan Pemerasan WBP oleh Kepala KPR Rutan Medaeng: Desak Investigasi Kementerian Imipas

Penggunaan untuk Kepentingan Umum Tidak Menghapus Hak Warga

Meski bangunan rumah pompa digunakan untuk kepentingan umum, Sujarwanto menjelaskan bahwa hal itu tidak serta-merta menghapus hak masyarakat atas tanahnya.

“Kami paham bahwa rumah pompa digunakan untuk kebutuhan masyarakat. Tapi hak atas tanah harus dihormati. Bila negara ingin menggunakan lahan tersebut, harus ada kompensasi atau proses hukum yang adil,” tegasnya.

Ia berharap perkara ini bisa menjadi contoh bahwa kepentingan umum tetap harus diimbangi dengan penghormatan terhadap hak-hak warga negara, agar tidak muncul preseden buruk dalam penataan dan pembangunan.

Pernyataan BBWS: Tunggu Putusan Pengadilan

BBWS saat diwawancarai oleh www.informasi-publik.com

Sementara itu, Yudhia Abrianto, perwakilan dari BBWS, menyatakan bahwa tanah yang disengketakan sudah tercatat sebagai aset milik negara. Oleh karena itu, proses penghapusan aset atau pengakuan hak atas tanah tidak bisa dilakukan sembarangan.

“Aset negara tidak bisa dihapus begitu saja. Harus menunggu keputusan sah dari pengadilan. Kalau memang terbukti tanah itu milik penggugat, barulah ada proses administratif selanjutnya,” jelas Yudhia.

Yudhia juga menyatakan bahwa pihaknya hanya menjalankan tugas sesuai kewenangan dan tetap menunggu arahan dari atasannya.

Dukungan dari Tokoh Masyarakat: Tegakkan Hukum yang Adil

Kasus ini juga menyita perhatian tokoh masyarakat dan warga Desa Karangnangkah. Mereka berharap agar proses hukum berjalan secara adil, transparan, dan tidak berpihak.

“Kami tidak berpihak kepada siapa pun. Yang penting prosesnya jujur. Kalau memang tanah itu belum pernah dibayar, ya harus ada penyelesaian. Tapi kalau memang sudah dilepas, ya harus dibuktikan,” ujar Inisial M, tokoh masyarakat setempat.

Warga juga meminta agar pemerintah dan lembaga negara lebih tertib dalam urusan administrasi pertanahan, guna mencegah konflik yang bisa menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat.

Baca Lainnya  Tebing Rp40 Miliar Ambruk Usai Diresmikan: AMI Desak Audit Forensik dan Investigasi Proyek Bengawan Solo

Harapan Penyelesaian Damai dan Bermartabat

Baik pihak penggugat maupun tergugat sama-sama berharap sidang selanjutnya bisa menjadi momentum penyelesaian. Sujarwanto mengaku tetap membuka ruang dialog dan mediasi, namun menekankan bahwa keadilan harus ditegakkan melalui jalur hukum.

“Jika bisa diselesaikan secara baik-baik, tentu kami terbuka. Tapi kalau tidak, kami siap tempuh jalur hukum sampai tuntas,” ucapnya.