BBWS Brantas Didesak Klarifikasi Sengketa Tanah di Bangkalan
Surabaya – Kuasa hukum ahli waris almarhum Achmad Roji Djali dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kosgoro mendatangi kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas di Surabaya, Kamis (21/10/2025). Kedatangan tersebut bertujuan untuk menyerahkan surat resmi bernomor 20.01/LBH-KOS/IX/2025 yang berisi permintaan klarifikasi sekaligus ajakan mediasi non-litigasi terkait status kepemilikan lahan di Desa Karangnangka, Kecamatan Blega, Kabupaten Bangkalan.
Kuasa hukum ahli waris, Sujarwanto, S.H., menjelaskan bahwa langkah ini diambil sebagai upaya mencari jalan tengah agar sengketa tanah tersebut bisa diselesaikan secara damai dan berkeadilan.
“Kami ingin menyelesaikan persoalan ini secara baik. Dengan klarifikasi ini, diharapkan muncul solusi yang adil bagi kedua belah pihak,” ujar Sujarwanto kepada wartawan di Surabaya.
Permintaan Klarifikasi
Dalam surat resmi yang disampaikan kepada pihak BBWS Brantas, LBH Kosgoro meminta agar instansi tersebut memberikan penjelasan mengenai dasar hukum dan data penguasaan lahan yang saat ini tengah menjadi perdebatan.
“Isinya adalah klarifikasi tentang data-data yang kami miliki dan data yang dimiliki oleh balai, sehingga bisa dicocokkan. Kami mencoba mencari win-win solution agar persoalan ini tidak berlarut,” tambah Sujarwanto.
Aktivis 1998 Ungkap Dugaan Rekayasa Dokumen
Menariknya, dalam pertemuan itu turut hadir aktivis 1998, Rudi Gaol, yang juga ikut mendampingi pihak ahli waris. Ia mengungkap adanya indikasi kejanggalan dalam dokumen pelepasan aset yang dibuat pada tahun 1989.
“Kami menemukan indikasi kuat adanya rekayasa. Pertama, surat pelepasan hak tertanggal 1 Mei 1989 menyebut luas 7.900 meter persegi, padahal almarhum Achmad Roji Djali hanya memiliki 1.600 meter persegi. Kedua, pada tanggal tersebut beliau sudah meninggal sejak tahun 1984,” tegas Rudi Gaol.
Lebih jauh, Rudi menambahkan bahwa ada dugaan pemalsuan tanda tangan dalam dokumen tersebut.
“Yang bersangkutan tidak bisa membaca dan menulis, tapi tanda tangannya terlihat jelas dan rapi. Ini menimbulkan dugaan kuat adanya rekayasa dokumen,” jelasnya.
Perbedaan Dokumen
Selain dugaan rekayasa, Rudi Gaol juga menyoroti perbedaan data antara dokumen sertifikat hak pakai milik BBWS Brantas dengan kondisi di lapangan.
“Dalam peta situasi sertifikat hak pakai nomor 6 milik BBWS, tidak ada satu pun bidang tanah yang melewati lahan milik Achmad Roji Djali. Maka kami mempertanyakan apakah benar lokasi rumah pompa yang ada saat ini memang berdiri di atas lahan BBWS atau di lahan ahli waris,” katanya.
Seruan Kementerian PUPR
Rudi berharap agar pemerintah, khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), bersikap adil serta tidak membiarkan rakyat kecil tertindas oleh kekeliruan data masa lalu.
“Kami percaya pemerintahan saat ini berkomitmen memberantas mafia tanah dan menindak segala bentuk rekayasa hukum masa lalu. Kami yakin Kementerian PUPR akan memberikan jawaban terbaik bagi kepentingan negara dan rakyat,” pungkasnya.
Konteks Sengketa Lahan
Kasus ini menambah daftar panjang sengketa lahan antara warga dan instansi pemerintah di wilayah Madura, khususnya Bangkalan. Persoalan seperti ini kerap muncul akibat perbedaan data pertanahan antara pihak ahli waris dan lembaga negara, serta minimnya transparansi dalam proses pelepasan aset pada masa lalu.
Langkah mediasi yang ditempuh oleh LBH Kosgoro dinilai sebagai langkah konstruktif dalam penyelesaian non-litigasi yang mengedepankan keadilan restoratif bagi masyarakat terdampak.