AMI Kepung DPRD Jatim: Skandal Narkoba Lapas Pemuda Surabaya dan Bungkamnya Wakil Rakyat
SURABAYA — Kasus penyelundupan narkoba yang melibatkan oknum petugas di Lapas Pemuda Surabaya kembali membongkar borok sistem pemasyarakatan di Indonesia. Alih-alih mendapatkan sanksi hukum, oknum sipir yang terbukti membawa narkoba ke dalam penjara justru hanya dipindah tugaskan secara diam-diam, tanpa proses pidana ataupun sanksi tegas dari aparat penegak hukum.
Ironisnya, DPRD Jawa Timur, yang sebelumnya berjanji akan memanggil pejabat terkait dari Ditjen Pemasyarakatan (DitjenPAS), BNN, Kepolisian, hingga Kejaksaan, kini justru memilih bungkam. Tidak ada tindak lanjut, tidak ada panggilan resmi, dan tidak ada transparansi yang dijanjikan kepada publik.
Skandal ini tidak hanya menyakiti keadilan hukum, tetapi juga mengkhianati kepercayaan publik, khususnya keluarga korban penyalahgunaan narkoba dan masyarakat yang selama ini berharap perubahan di dalam sistem pemasyarakatan.
Aliansi Madura Indonesia (AMI): Perang Terbuka Terhadap Mafia Narkoba dan DPRD Jawa Timur
Melihat kebungkaman dan sikap pasif DPRD Jawa Timur, Aliansi Madura Indonesia (AMI) menyatakan sikap keras. Dalam sebuah pernyataan tegas yang disampaikan pada Senin (8/7), Wakil Ketua Umum AMI, Kukuh Setya, menyebut bahwa pihaknya telah kehilangan kesabaran terhadap wakil rakyat yang dinilai tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
“Kalau DPRD sudah tidak bisa lagi membedakan mana benar dan salah, kalau mereka lebih suka melindungi mafia narkoba daripada membela rakyat, maka mereka pantas dikubur dengan sampah,” tegas Kukuh.
AMI bahkan secara simbolis akan menggelar aksi besar-besaran pada Selasa depan (15/7), dengan tajuk “Kubur Gedung Dewan dengan Sampah”. Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap diamnya para legislator dalam mengusut tuntas jaringan mafia narkoba di dalam lapas.
4 Tuntutan Utama AMI Dalam Aksi 15 Juli 2025
Dalam rencana aksi yang akan digelar di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur, AMI membawa empat tuntutan utama yang mereka sebut sebagai:
“Empat Jalan Rakyat Menolak Mafia Narkoba”:
- Pecat dan adili secara pidana oknum sipir Lapas Pemuda Surabaya yang membawa narkoba ke dalam lapas.
- Bongkar jaringan mafia narkoba di balik tembok lapas dan rumah tahanan (rutan) se-Jatim.
- Bentuk tim independen pengawas lapas/rutan dengan melibatkan elemen masyarakat sipil, aktivis antinarkoba, dan media.
- DPRD Provinsi Jawa Timur segera memanggil secara terbuka dan transparan Kepala Kanwil Ditjen PAS Jatim, Kepala BNNP Jatim, Kapolda Jatim, dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Drama Tanpa Penyelesaian: Bukti Hancurnya Integritas Institusi?
Kukuh Setya menyebut bahwa pihaknya sudah berkali-kali memberikan kesempatan kepada DPRD dan aparat untuk menunjukkan komitmen pemberantasan narkoba secara serius, namun yang terjadi justru sebaliknya: penundaan, pembiaran, dan pengalihan isu.
“Kami muak dengan drama mereka. Oknum sipir terbukti bawa narkoba, tapi cuma dipindah. DPRD diam. Jangan salahkan rakyat kalau nanti pintu gerbang gedung mereka penuh karung-karung sampah,” ujarnya lantang.
Ia juga menambahkan bahwa pemindahan tugas terhadap pelaku merupakan bentuk penyelamatan yang sistemik, bukan penegakan hukum.
“Di mata rakyat, itu bukan sanksi, tapi suap diam-diam agar kasusnya tenggelam,” tambahnya.
DPRD Jawa Timur: Di Mana Suara Rakyat yang Dulu Dijanjikan?
Saat skandal ini pertama kali mencuat pada awal 2025, sejumlah anggota DPRD Jatim berjanji akan menggelar rapat dengar pendapat, bahkan membentuk tim khusus untuk mengusut tuntas jaringan narkoba di dalam lapas. Namun hingga hari ini, tidak ada satu pun rapat resmi yang digelar secara terbuka. Bahkan, permintaan data dari masyarakat sipil dan media kerap kali ditolak dengan alasan “rahasia negara”.
Sikap bungkam ini dinilai mencurigakan oleh banyak pihak, termasuk aktivis hukum dan tokoh masyarakat sipil.
“Diamnya DPRD sangat mencurigakan. Jangan-jangan mereka sedang bermain aman karena ada pejabat yang terlibat,” ujar Rudi Hartono, aktivis antikorupsi di Surabaya.
Fenomena Mafia Narkoba di Balik Tembok Penjara: Bukan Isu Baru
Fenomena peredaran narkoba dari balik penjara sebenarnya bukan isu baru di Indonesia. Laporan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) bahkan menyebut bahwa lebih dari 50% transaksi narkoba dikendalikan dari dalam lapas. Lapas-lapas besar seperti Lapas Cipinang, Lapas Nusakambangan, dan termasuk Lapas Pemuda Surabaya tercatat sebagai titik-titik rawan peredaran.
Oknum petugas pemasyarakatan yang seharusnya menjadi benteng terakhir hukum justru kerap menjadi kaki tangan jaringan narkoba. Kasus di Lapas Pemuda Surabaya hanya salah satu dari sekian banyak cerita gelap yang selama ini tertutup rapat oleh sistem yang cenderung melindungi diri.
Aksi AMI: Permulaan dari Gelombang Perlawanan?
Kukuh memastikan bahwa aksi yang akan digelar pekan depan hanyalah awal dari perlawanan rakyat. Jika tuntutan AMI tidak dipenuhi, mereka akan kembali turun dengan massa lebih besar dan aksi yang lebih keras.
“Kalau mereka tetap lindungi mafia narkoba, kami akan datang lagi, lebih banyak, dengan lebih banyak sampah untuk membuang mereka sampai mereka tidak bisa lagi sembunyi dari rakyat,” ancam Kukuh dengan nada tinggi.
Rakyat Menunggu Respons DPRD Jatim dan Aparat Penegak Hukum
Hingga artikel ini diturunkan, pimpinan DPRD Jawa Timur belum memberikan tanggapan resmi terkait rencana aksi yang digagas AMI maupun perkembangan terbaru dari kasus oknum sipir di Lapas Pemuda Surabaya. Pihak BNN dan DitjenPAS pun masih memilih untuk diam.
Masyarakat pun kini menantikan, apakah para wakil rakyat akan menjawab suara rakyat atau justru semakin masuk ke dalam kubangan kepentingan yang penuh kompromi?
Ini Bukan Sekadar Kasus Narkoba, Ini Masalah Moral Negara
Skandal ini telah menjadi simbol dari kerapuhan sistem hukum, kerusakan etika pejabat, dan pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. AMI mungkin hanyalah satu dari sekian banyak kelompok yang berani bersuara, namun mereka telah membuka jalan bahwa rakyat tidak akan diam lagi melihat penegakan hukum yang hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Sebagaimana yang dikatakan Kukuh:
“Kalau negara diam, rakyat akan bicara. Kalau DPRD buta, rakyat akan tunjukkan jalan. Kami tidak takut, karena kami tidak punya apa-apa untuk disuap.”