Surabaya – Penanganan kasus dugaan keterlibatan seorang oknum petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Madiun berinisial IF dalam jaringan peredaran narkoba memicu kemarahan publik dan menjadi sorotan tajam berbagai elemen masyarakat. Ketidakpuasan mengemuka dalam rapat resmi Komisi A DPRD Jawa Timur, yang digelar pada Senin (23/6/2025), dihadiri oleh perwakilan Aliansi Madura Indonesia (AMI) dan Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Surabaya.
Rapat tersebut membuka fakta bahwa IF, meskipun diduga telah berulang kali terlibat dalam aktivitas ilegal di dalam lapas, hanya dijatuhi sanksi administratif oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Kanwil Ditjen Pas) Jawa Timur berupa penurunan pangkat dan mutasi tugas.
Tudingan Ketimpangan Penegakan Hukum
Ketua Umum AMI, Baihaki Akbar, mengeluarkan pernyataan keras yang menggambarkan ketimpangan mencolok dalam sistem peradilan di Indonesia.
“Kalau yang melakukan itu warga sipil, sudah pasti dihukum berat. Tapi karena ini petugas lapas, hanya diturunkan pangkatnya dan dimutasi. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Baihaki di depan forum.
Pernyataan tersebut memicu tanggapan serius dari para anggota dewan yang hadir. AMI menyampaikan bahwa pihaknya memiliki data pendukung yang memperlihatkan indikasi kuat bahwa pelanggaran oleh IF bukan hanya insiden tunggal, melainkan bagian dari praktik sistemik yang sudah berlangsung cukup lama.
BNNK: Sanksi Administratif Tidak Cukup
Kehadiran Kombes Pol. Heru Prasetyo, S.I.K., M.Hum., Kepala BNNK Surabaya yang mewakili Kepala BNN Provinsi Jatim, menambah bobot kritik terhadap sikap Kanwil Ditjen Pas Jatim. Dalam penyataannya, Heru dengan tegas menyatakan bahwa penanganan kasus IF melanggar prinsip hukum yang berlaku.
“Penindakan kasus narkoba adalah wewenang kepolisian dan BNN, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kanwil Ditjen Pas tidak memiliki dasar hukum untuk menangani secara internal tanpa pelibatan aparat penegak hukum,” ungkapnya.
Heru menekankan bahwa tindakan internal berupa mutasi dan penurunan pangkat tidak memadai, mengingat dampak sosial dan hukum dari keterlibatan petugas dalam peredaran narkoba sangat besar. Ia menyebutkan bahwa kelalaian semacam ini membuka ruang bagi budaya impunitas dan memperlemah kepercayaan publik terhadap sistem pemasyarakatan.
Kritik Terhadap Penanganan Sepihak
Dalam forum yang sama, Heru menambahkan bahwa Kanwil Ditjen Pas Jatim seharusnya segera melakukan koordinasi resmi dengan BNN atau pihak kepolisian sejak awal dugaan keterlibatan IF muncul ke permukaan.
“Ini bukan sekadar soal prosedur internal. Kalau pelaku pengedar narkoba dibiarkan hanya dengan mutasi, maka upaya pemberantasan narkoba di lapas hanya jadi slogan,” tambahnya.
Kritik ini menggarisbawahi pentingnya kerja sama antarlembaga dalam penanganan kasus narkotika, apalagi ketika pelaku berasal dari kalangan aparatur negara.
Komisi A DPRD Jatim: Panggil Kepala Kanwil
Menanggapi berbagai pernyataan tersebut, anggota Komisi A DPRD Jawa Timur sepakat untuk mengambil langkah lanjutan. Mereka menyatakan akan segera memanggil Kepala Kanwil Ditjen Pas Jatim untuk memberikan klarifikasi resmi di hadapan publik dan lembaga legislatif.
“Kami akan agendakan pemanggilan terhadap pihak Kanwil Ditjen Pas Jatim. Tidak bisa ada pembiaran terhadap pelanggaran sistematis seperti ini,” ujar salah satu anggota dewan.
Komisi A juga menyampaikan bahwa tindakan pembiaran terhadap pelanggaran hukum, apalagi oleh aparat negara, bukan hanya melanggar etika birokrasi, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemasyarakatan sebagai institusi yang seharusnya menegakkan keadilan dan pembinaan.
Akar Masalah: Peredaran Narkoba di Lapas
Masalah narkoba di dalam lapas bukan hal baru. Berbagai laporan investigatif sebelumnya telah menyebutkan bahwa peredaran narkoba di lingkungan pemasyarakatan masih marak, bahkan disebut sebagai “lahan subur” oleh sindikat narkotika karena sistem pengawasan yang lemah dan potensi kolusi antar oknum.
Jika dugaan terhadap IF benar, maka hal ini menunjukkan bahwa upaya reformasi birokrasi di lembaga pemasyarakatan belum berjalan efektif. Banyak pihak menyebut bahwa tidak adanya tindakan hukum yang nyata terhadap oknum petugas justru memperkuat jaringan gelap yang selama ini sulit diberantas dari dalam.
Desakan Masyarakat Sipil dan Lembaga Antikorupsi
Beberapa organisasi masyarakat sipil yang fokus terhadap isu keadilan dan penegakan hukum juga telah menyuarakan keprihatinan. Mereka menyatakan akan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Yudisial untuk ikut mengawasi proses ini agar tidak berhenti di ranah administrasi saja.
Selain itu, tokoh-tokoh akademisi di Jawa Timur juga menyarankan agar dilakukan audit menyeluruh terhadap kinerja Kanwil Ditjen Pas Jatim, khususnya dalam penanganan disiplin pegawai dan pengawasan narkotika di lapas.
Langkah Ke Depan: Evaluasi dan Reformasi
Kasus ini menjadi momentum penting untuk melakukan reformasi menyeluruh terhadap sistem pemasyarakatan, khususnya dalam hal:
- Penegakan hukum terhadap aparat yang terlibat narkoba.
- Penguatan pengawasan internal dan eksternal terhadap aktivitas di dalam lapas.
- Kerja sama yang transparan antara Ditjen PAS, BNN, dan Kepolisian.
- Pendidikan dan pelatihan ulang bagi petugas tentang integritas dan etika profesi.
Kasus IF di Lapas Madiun bukan sekadar pelanggaran kedisiplinan, melainkan potensi pelanggaran pidana serius yang menyangkut penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat negara. Penanganan yang tidak tegas hanya akan memperparah kondisi dan membuka celah bagi praktik kejahatan serupa di masa mendatang.
Komisi A DPRD Jatim bersama BNNK Surabaya dan AMI telah menunjukkan ketegasan dalam menyikapi kasus ini. Namun, publik menanti bukti nyata, apakah sistem hukum Indonesia mampu berdiri tegak di atas prinsip keadilan tanpa pandang bulu — termasuk kepada mereka yang berseragam.
Apa pendapatmu? Tulis di kolom komentar dengan sopan dan beretika. Jangan lupa bagikan agar semakin banyak yang tahu!